KONGRES GMKI DAN PEMIMPIN MASA DEPAN BANGSA
OLEH GURGUR MANURUNG *)
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) akan melakukan Kongres Nasional XXX pada tanggal 5-12 November 2006 di Kupang. Kongres ini merupakan pengambilan keputusan tertinggi di tingkat nasional. Pertemuan akbar inilah yang membahas dan memutuskan masa depan GMKI dan pemilihan pengurus baru.
Eksistensi GMKI kini dipertanyakan banyak orang. “Masihkah ada GMKI?” Tanya seorang wartawan muda Kristen sebuah harian nasional. Pertanyaan ini seringkali muncul di kalangan komunitas Kristen, khususnya komunitas yang kurang peduli dengan wacana politik.
GMKI hadir sebagai anak kandung Gereja yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan Gereja. GMKI melaksanakan tugas Gereja untuk menghadirkan syaloom Allah di kampus. Inilah visi GMKI.
Untuk menghadirkan syaloom Allah di kampus, kegiatan pokok GMKI yang tertulis dalam penjelasan Anggaran Dasar (AD) GMKI adalah melakukan Penelaahan Alkitab (PA). Dalam penjelasan AD secara ekspilisit tertulis “jikalau GMKI meninggalkan kegiatan PA maka akan terjadi erosi dalam tubuh GMKI”. Apakah GMKI telah melupakan PA sehingga terjadi erosi?. Saya melihat itulah yang terjadi.
Jikalau GMKI komitmen dengan tri panjinya, yaitu Tinggi Iman, Tinggi Ilmu, dan Tinggi Pengabdian maka pendapat masyarakat yang sebenarnya fakta itu tidak pernah terjadi. Tri panji itu haruslah dimiliki kader GMKI di tiga medan pelayanannya, yaitu Gereja, Masyarakat, dan Perguruan Tinggi.
Suka atau tidak, sejarah membuktikan bahwa GMKI di tingkat nasional maupun daerah dianggap pemerintah sebagai representasi mahasiswa Kristen. Jikalau ada persoalan bangsa, utamanya dalam urusan politik, pemerintah menganggap GMKI sebagai representasi mahasiswa Kristen. Tidak hanya pemerintah, organisasi mahasiswa Islam, Hindu, Buddha, Konghucu juga mengganggap GMKI sebagai representasi mahasiswa Kristen.
Mengingat GMKI sebagai terminal kader maka GMKI masih relevan dan strategis untuk dibenahi dalam rangka menghasilkan manusia yang berintegritas dan visioner untuk membangun bangsa yang beradab. Kita menyadari kader GMKI ada yang terlibat dalam pemiskinan dan pembodohan bangsa ini. Mereka yang terlibat itu adalah para kader yang pintar berwacana tetapi terlibat dalam KKN. Sadar atau tidak sadar KKN menjadi akar kompleksnya persoalan bangsa.
Buruknya pendapat masyarakat dan hal yang dipertontonkan kader GMKI, tidak fair juga jika kita tidak melihat kader-kader GMKI yang bertahan dengan integritasnya di dunia pendidikan, profesional, menjadi birokrat, dan menjalani berbagai profesi. Anehnya, mereka yang konsisten dengan tri panji itu tidak populer dan seolah-olah mereka bukan idola. Seharusnya, merekalah yang menjadi teladan bagi kader-kader GMKI.
Sebagai contoh, seorang profesor di perguruan tinggi terkemuka di Bogor yang kini telah pensiun tidak makan nasi sejak puluhan tahun lalu dalam rangka menentang kebijakan Suharto yang menyeragamkan pangan di Indonesia. Dia adalah salah satu pendiri GMKI cabang Bogor bersama Hutasoit, mantan menteri peternakan dan perikanan yang juga pernah menjabat rektor Institut Pertanian Bogor (IPB). Kita juga mengenal Johanes Leimena yang dipercaya Soekarno karena integritasnya.
Kader GMKI yang kini tetap eksis dalam agenda reformasi adalah Jacobus Mayongpadang yang kita kenal bersama menolak uang rakyat di DPR. Selain itu, kita mengenal Alex Litaay, Sukowaluyo Mintoharjo, Yasona Laoly, dan masih banyak deretan nama kader GMKI yang terkenal dengan integritas dan komitmennya terhadap pencerdasan anak bangsa.
Dikotomi Timur-Barat
Salah satu penyebab reduksi nilai persekutuan yang terjadi di internal GMKI adalah adanya wacana Timur-Barat yang berkembang dalam proses pemilihan Pengurus Pusat (PP) GMKI. Wacana ini disadari atau tidak, menunjukkan kekerdilan pemikiran internal GMKI.
Sebagai kader GMKI yang mengakui Kristus sebagai kepala gerakan, tentu saja ketika mewacanakan Timur-Barat mereka menggambarkannya sebagai murid Kristus. Sebagai murid Kristus, idealnya wacana yang dikembangkan adalah pertumbuhan rohani. Kader yang rohaninya bertumbuh dengan baik, layaklah kita dorong memimpin GMKI.
Tanpa pertimbangan pertumbuhan rohani, GMKI kehilangan esensinya sebagai perpanjangan tangan Gereja di tiga medan pelayanannya. Pertumbuhan rohani yang saya maksud bukanlah sekadar pemahaman Alkitab vertikal saja. Tetapi lebih kepada pemahaman Alkitab yang mendalam dan kapasitasnya memengaruhi publik dengan kemampuan yang dimilikinya.
Artinya, pertimbangan peserta kongres untuk memilih PP adalah mereka yang rohaninya bertumbuh dan mampu memberi sumbangsih pemikiran dan tindakan dalam membangun bangsa dan negara secara optimal. Jikalau kemampuan ini dimiliki maka PP mampu mengatasi persoalan internal dan memberi kontribusi optimal di tiga medan pelayanannya.
Prioritas Kegiatan GMKI
Melihat perubahan global yang tidak terelakkan, di mana perubahan itu menyangkut etika, maka GMKI harus kembali kepada visi awal GMKI. Visi awal itu adalah menghadirkan syaloom Allah di kampus. Untuk menghadirkan syaloom Allah dikampus maka kader GMKI harus memahami Alkitab dengan benar. Pemahaman Alkitab dengan benar akan menghasilkan kader GMKI yang integritasnya terjamin.
Kader yang integritasnya terjamin niscaya akan membangun bangsa Indonesia yang bermartabat di masa yang akan datang. Dengan kata lain, kita tidak mendengar lagi ada kader GMKI yang terlibat KKN dan semacamnya. Kader GMKI ke depan adalah kader yang hidupnya sederhana dan memiliki dampak global menuju masyarakat dunia yang beradab.
Seperti kata Nelson Mandela, “Visi tanpa misi adalah mimpi. Visi dengan Misi akan mengubah dunia”. GMKI memiliki visi dan misi yang jelas. Dengan demikian GMKI harus mampu merubah dunia membangun perdaban. Hanya, kader GMKI harus taat dengan visi dan misi yang mulia itu. Ut Omnes Unum Sint. (Wilson Therik)
*) Senior GMKI Cabang Jakarta
Eksistensi GMKI kini dipertanyakan banyak orang. “Masihkah ada GMKI?” Tanya seorang wartawan muda Kristen sebuah harian nasional. Pertanyaan ini seringkali muncul di kalangan komunitas Kristen, khususnya komunitas yang kurang peduli dengan wacana politik.
GMKI hadir sebagai anak kandung Gereja yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan Gereja. GMKI melaksanakan tugas Gereja untuk menghadirkan syaloom Allah di kampus. Inilah visi GMKI.
Untuk menghadirkan syaloom Allah di kampus, kegiatan pokok GMKI yang tertulis dalam penjelasan Anggaran Dasar (AD) GMKI adalah melakukan Penelaahan Alkitab (PA). Dalam penjelasan AD secara ekspilisit tertulis “jikalau GMKI meninggalkan kegiatan PA maka akan terjadi erosi dalam tubuh GMKI”. Apakah GMKI telah melupakan PA sehingga terjadi erosi?. Saya melihat itulah yang terjadi.
Jikalau GMKI komitmen dengan tri panjinya, yaitu Tinggi Iman, Tinggi Ilmu, dan Tinggi Pengabdian maka pendapat masyarakat yang sebenarnya fakta itu tidak pernah terjadi. Tri panji itu haruslah dimiliki kader GMKI di tiga medan pelayanannya, yaitu Gereja, Masyarakat, dan Perguruan Tinggi.
Suka atau tidak, sejarah membuktikan bahwa GMKI di tingkat nasional maupun daerah dianggap pemerintah sebagai representasi mahasiswa Kristen. Jikalau ada persoalan bangsa, utamanya dalam urusan politik, pemerintah menganggap GMKI sebagai representasi mahasiswa Kristen. Tidak hanya pemerintah, organisasi mahasiswa Islam, Hindu, Buddha, Konghucu juga mengganggap GMKI sebagai representasi mahasiswa Kristen.
Mengingat GMKI sebagai terminal kader maka GMKI masih relevan dan strategis untuk dibenahi dalam rangka menghasilkan manusia yang berintegritas dan visioner untuk membangun bangsa yang beradab. Kita menyadari kader GMKI ada yang terlibat dalam pemiskinan dan pembodohan bangsa ini. Mereka yang terlibat itu adalah para kader yang pintar berwacana tetapi terlibat dalam KKN. Sadar atau tidak sadar KKN menjadi akar kompleksnya persoalan bangsa.
Buruknya pendapat masyarakat dan hal yang dipertontonkan kader GMKI, tidak fair juga jika kita tidak melihat kader-kader GMKI yang bertahan dengan integritasnya di dunia pendidikan, profesional, menjadi birokrat, dan menjalani berbagai profesi. Anehnya, mereka yang konsisten dengan tri panji itu tidak populer dan seolah-olah mereka bukan idola. Seharusnya, merekalah yang menjadi teladan bagi kader-kader GMKI.
Sebagai contoh, seorang profesor di perguruan tinggi terkemuka di Bogor yang kini telah pensiun tidak makan nasi sejak puluhan tahun lalu dalam rangka menentang kebijakan Suharto yang menyeragamkan pangan di Indonesia. Dia adalah salah satu pendiri GMKI cabang Bogor bersama Hutasoit, mantan menteri peternakan dan perikanan yang juga pernah menjabat rektor Institut Pertanian Bogor (IPB). Kita juga mengenal Johanes Leimena yang dipercaya Soekarno karena integritasnya.
Kader GMKI yang kini tetap eksis dalam agenda reformasi adalah Jacobus Mayongpadang yang kita kenal bersama menolak uang rakyat di DPR. Selain itu, kita mengenal Alex Litaay, Sukowaluyo Mintoharjo, Yasona Laoly, dan masih banyak deretan nama kader GMKI yang terkenal dengan integritas dan komitmennya terhadap pencerdasan anak bangsa.
Dikotomi Timur-Barat
Salah satu penyebab reduksi nilai persekutuan yang terjadi di internal GMKI adalah adanya wacana Timur-Barat yang berkembang dalam proses pemilihan Pengurus Pusat (PP) GMKI. Wacana ini disadari atau tidak, menunjukkan kekerdilan pemikiran internal GMKI.
Sebagai kader GMKI yang mengakui Kristus sebagai kepala gerakan, tentu saja ketika mewacanakan Timur-Barat mereka menggambarkannya sebagai murid Kristus. Sebagai murid Kristus, idealnya wacana yang dikembangkan adalah pertumbuhan rohani. Kader yang rohaninya bertumbuh dengan baik, layaklah kita dorong memimpin GMKI.
Tanpa pertimbangan pertumbuhan rohani, GMKI kehilangan esensinya sebagai perpanjangan tangan Gereja di tiga medan pelayanannya. Pertumbuhan rohani yang saya maksud bukanlah sekadar pemahaman Alkitab vertikal saja. Tetapi lebih kepada pemahaman Alkitab yang mendalam dan kapasitasnya memengaruhi publik dengan kemampuan yang dimilikinya.
Artinya, pertimbangan peserta kongres untuk memilih PP adalah mereka yang rohaninya bertumbuh dan mampu memberi sumbangsih pemikiran dan tindakan dalam membangun bangsa dan negara secara optimal. Jikalau kemampuan ini dimiliki maka PP mampu mengatasi persoalan internal dan memberi kontribusi optimal di tiga medan pelayanannya.
Prioritas Kegiatan GMKI
Melihat perubahan global yang tidak terelakkan, di mana perubahan itu menyangkut etika, maka GMKI harus kembali kepada visi awal GMKI. Visi awal itu adalah menghadirkan syaloom Allah di kampus. Untuk menghadirkan syaloom Allah dikampus maka kader GMKI harus memahami Alkitab dengan benar. Pemahaman Alkitab dengan benar akan menghasilkan kader GMKI yang integritasnya terjamin.
Kader yang integritasnya terjamin niscaya akan membangun bangsa Indonesia yang bermartabat di masa yang akan datang. Dengan kata lain, kita tidak mendengar lagi ada kader GMKI yang terlibat KKN dan semacamnya. Kader GMKI ke depan adalah kader yang hidupnya sederhana dan memiliki dampak global menuju masyarakat dunia yang beradab.
Seperti kata Nelson Mandela, “Visi tanpa misi adalah mimpi. Visi dengan Misi akan mengubah dunia”. GMKI memiliki visi dan misi yang jelas. Dengan demikian GMKI harus mampu merubah dunia membangun perdaban. Hanya, kader GMKI harus taat dengan visi dan misi yang mulia itu. Ut Omnes Unum Sint. (Wilson Therik)
*) Senior GMKI Cabang Jakarta
No comments:
Post a Comment