Thursday, December 21, 2006

PENGADUAN MASYARAKAT DAN UPAYA PENYELESAIAN MASALAH PERTANAHAN DI NTT DALAM PERSPEKTIF OMBUDSMAN

Oleh : Agas Andreas, S.H.,M.Hum *)

1. Apa itu Ombudsman?

Begitu sebut OMBUDSMAN, lidah kita sulit mengucapkannya. Wajar saja, karena kosa kata ini baru tercatat dalam kamus administrasi ketatanegaraan kita, ketika enam tahun lalu terbit Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional. Kata Ombudsman berasal dari bahasa Swedia tempat asalnya Ombudsman, terdiri dari kata ombud artinya perwakilan sah dan man artinya orang. Jadi Ombudsman artinya perwakilan sah dari seseorang.
Pengertian Ombudsman Nasional tercantum dalam Pasal 2 Keppres RI Nomor 44 Tahun 2000 yang menyatakan:
Ombudsman Nasional adalah lembaga pengawasan masyarakat yang berasaskan Pancasila dan bersifat mandiri, serta berwenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan Negara khususnya pelaksanaan oleh aparatur pemerintahan termasuk lembaga peradilan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

Kedudukan Ombudsman sebagai lembaga pengawasan masyarakat dengan jelas disebutkan dalam konsiderans dan batang tubuh Keppres RI No.44 Tahun 2000.

Dalam konsiderans Keppres RI No.44 Tahun 2000, bagian Menimbang dinyatakan sebagai berikut:
a. bahwa pemberdayaan masyarakat melalui peranserta masyarakat untuk melakukan pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih,transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme
b. bahwa pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat terhadap penyelenggaraan negara merupakan implementasi demokratisasi yang perlu dikembangkan serta diaplikasikan agar penyalahgunaan kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur dapat diminimalisasi.
c. bahwa dalam penyelenggaraan negara khususnya penyelenggaraan pemerintahan memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk lembaga peradilan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya menciptakan keadilan dan kesejahteraan

Kemudian dalam batang tubuh Keppres No.44 tahun 2000, dinyatakan sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam rangka meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara serta untuk menjamin perlindungan hak-hak masyarakat dibentuk suatu komisi pengawasan masyarakat yang bersifat nasional yang bernama Komisi Ombudsman Nasional, selanjunya dalam Keputusan Presiden ini disebut Ombudsman Nasional

Pasal 2
Ombudsman Nasional adalah lembaga pengawasan masyarakat yang berasaskan Pancasila dan bersifat mandiri, serta berwenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan Negara khususnya pelaksanaan oleh aparatur pemerintahan termasuk lembaga peradilan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

Berdasarkan ketentuan-ketentuan Pasal-pasal tersebut di atas, tampak bahwa Ombudsman Nasional sebagai lembaga pengawasan masyarakat adalah suatu lembaga publik yang mewakili kepentingan publik untuk mengawasi sikap tindak pejabat publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

a. Lembaga publik artinya lembaga yang dibentuk oleh negara dengan hukum publik.
b. Kepentingan publik artinya kepentingan masyarakat, baik kepentingan individu maupun kepentingan kelompok untuk memperoleh pelayanan yang baik.
c. Sikap tindak pejabat publik menujuk pada perbuatan hukum dan perbuatan nyata.

Pelayanan publik merupakan salah satu fungsi penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) No.63 Tahun 2003,pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan pelayanan. Saat ini juga sudah ada Rancangan Undang-undang tantang Pelayanan Publik. Pengertian pelayanan publik dalam RUU tersebut adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pelayanan publik tidak hanya meliputi kebutuhan masyarakat atas suatu barang publik (jalan raya, air bersih, listrik, gedung sekolah, gedung pasar dsb), pelayanan perizinan, pelayanan administratif yang meliputi pelayanan dalam bentuk dokumen resmi sebagai bukti identitas dan hak seseorang (misalnya akta kelahiran, KTP, atau sertifikat tanah), tetapi juga pelayanan yang ditujukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat yang dijalankan oleh badan khusus yang dibentuk oleh hukum publik dan berwenang menampung dan menindaklanjuti keluhan masyarakat yang merasa dirinya dirugikan akibat dari sikap tindak pemerintah dalam pemberian pelayanan publik.

2. Tujuan, Wewenang dan Tugas Pokok Ombudsman
Tujuan Ombudsman dirumuskan dalam Pasal 3 Keppres No.44 Tahun 2000, sebagai berikut: Ombudsman Nasional bertujuan:
Melalui peran serta masyarakat membantu menciptakan dan atau mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
Meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum, keadilan, dan kesejahteraan secara lebih baik.
Untuk mewujutkan tujuan Ombudsman tersebut di atas, Ombudsman mempunyai wewenang dan tugas yang dirumuskan dalam Pasal 2, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 Keppres No.44 tahun 2000. Wewenang Ombudsman diatur dalam Pasal 2 adalah: Melakukan klarifikasi dan melakukan monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara khususnya pelaksanaan oleh aparatur pemerintahan termasuk lembaga peradilan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

Adapun tugas pokok Ombudsman seperti dirumuskan dalam Pasal 4 adalah:
a. Menyebarluaskan pemahaman mengenai lembaga Ombudsman
b. Melakukan koordinasi dan atau kerjasama dengan Instansi Pemerintah, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Para Ahli, Praktisi, Organisasi Profesi dan lain-lain
c. Melakukan langkah untuk menindaklanjuti laporan atau informasi mengenai terjadinya penyimpangan oleh penyelenggara negara dalam melaksanakan tugasnya maupun dalam memberikan pelayanan umum
d. Mempersiapkan konsep Rancangan Undang-undang tentang Ombudsman Nasional.


Pasal 8 ayat (1) Keppres No.44 Tahun 2000 mengatur tentang pelaksanaan wewenang dan tugas pokok Ombudsman sehari-hari dilakukan oleh Sub Komisi yang terdiri dari: Sub Komisi Klarifikasi, Monitoring dan Pemeriksaan, Sub Komisi Penyuluhan dan Pendidikan, Sub Komisi Pencegahan dan Sub Komisi Khusus.
1) Pasal 9 Sub Komisi Klarifikasi, Monitoring dan Pemeriksaan mempunyai wewenang:
Melakukan klarifikasi atau monitoring terhadap aparatur pemerintahan serta lembaga peradilan berdasarkan laporan serta informasi mengenai dugaan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan pelayanan umum, tingkahlaku serta perbuatan yang menyimpang dari kewajiban hukumnya
Meminta bantuan, melakukan kerjasama dan atau koordinasi dengan aparat terkait dalam melaksanakan klarifikasi atau monitoring
Melakukan pemeriksaan terhadap petugas atau pejabat yang dilaporkan oleh masyarakat serta pihak lain yang terkait guna memperoleh keterangan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Menyampaikan hasil klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan disertai pendapat dan saran kepada instansi terkait dan atau aparat penegak hukum yang berwenang untuk ditindaklanjuti
Melakukan tindakan-tindakan lain guna mengungkap terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh penyelenggara negara.
2). Pasal 10 Sub Komisi Penyuluhan dan Pendidikan mempunyai wewenang
Melakukan penyuluhan guna mengefektifkan pengawasan oleh masyarakat
Mengajak masyarakat melakukan kampanye dan tindakan konkrit anti korupsi, kolusi dan nepotisme
Mendorong anggota masyarakat untuk lebih menyadari akan hak-haknya dalam memperoleh pelayanan
Menyebarluaskan pemahaman mengenai Ombudsman Nasional
Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan para petugas Ombudsman Nasional
Menyelesaikan penyusunan konsep Rancangan Undang-undang tentang Ombudsman Nasional dalam waktu paling lambat enam bulan sejak ditetapkannya Keputusan Presiden ini.
3). Pasal 11 Sub Komisi Pencegahan mempunyai wewenang:
Melakukan kerjasama dengan perseorangan. Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi, Instansi Pemerintah untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam penyelenggaraan negara
Memonitor dan mengawasi tindak lanjut rekomendasi Ombudsman Nasional kepada lembaga terkait
4). Pasal 12 Sub Komisi Khusus mempunyai wewenang:
a. Menyusun dan mempersiapkan laporan rutin dan insidentil
b. Melakukan tugas-tugas yang ditentukan secara khusus oleh Rapat Paripurna.

Kalau memperhatikan tugas pokok dan wewenang Ombudsman seperti yang ditetapkan Keppres No.44 Tahun 2000 tersebut, maka pada prinsipnya tugas Ombudsman dapat dikelompokan dalam fungsi yang bersifat administratif atau yang membantu pelaksanaan fungsi pokok, dan fungsi yang bersifat tugas pokok fungsional. Tugas pokok Ombudsman sebagai lembaga pengawasan independen yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemberian pelayanan oleh aparat negara kepada masyarakat adalah :
a. Melayani laporan masyarakat atas keputusan, tindakan dan/atau perilaku penyelenggara negara yang dapat dikategorikan sebagai tindakan maladministrasi
b. Menerima laporan dari masyarakat yang berisi pengaduan atas keputusan, tindakan dan/atau perilaku pejabat penyelenggara yang dirasakan tidak adil, tidak patut, memperlambat, merugikan, atau bertentangan dengan kewajiban hukum instansi yang bersangkutan atau tindakan maladministrasi lainnya
c. Mempelajari laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman Nasional.
d. Menindaklanjuti laporan atau informasi masyarakat dalam bentuk rekomendasi atau usul-usul mengenai penyelesaian keluhan masyarakat kepada instansi terlapor.
e. Memonitor dan mengawasi tindaklanjut rekomendasi Ombudsman kepada lembaga terkait.

3. Penanganan Keluhan Masyarakat di Bidang Pertanahan oleh Ombudsman Perwakilan NTT & NTB
Penanganan keluhan masyarakat di bidang pertanahan oleh Ombudsman mengandung pengertian keseluruhan proses dan prosedur penanganan keluhan yang berawal dari penyampaian laporan sampai pada memantau tindaklanjut rekomendasi oleh instansi Terlapor. Beberap kasus di bawah ini akan menggambarkan mekanisme penanganan keluhan masyarakat NTT di bidang pertanahan oleh Ombudsman Perwakilan NTT&NTB.

KASUS I:
Penundaan berlarut atas permohonan perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan
Keluhan:
Melalui surat tertanggal 27 Desember 2004, Pelapor LC, berdomisili di Ruteng, Kabupaten Manggarai, melaporkan kepada Komisi Ombudsman Nasional, bahwa Kepala Kantor Badan Pertanahan (Kepala BPN) Kabupaten Manggarai (Terlapor) menunda berlarut-larut atas permohonan perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan.

Masalahnya:
Pelapor adalah pemegang sah sertifikat HGB No.01/Kelurahan Mbaumuku Kec. Langke Rembong tahun 1982 a.n LC, telah mengajukan 3 kali permohonan perpanjangan Sertifikat HGB kepada Kepala BPN Kab. Manggarai. Atas permohonan Pelapor tersebut, Kepala Kantor BPN Kab. Maggarai melalui surat tanggal 18 Agustus 2000 Nomor : 530/790 dan No.530/791 menolak perpanjangan sertifikat HGB. Terhadap tindakan Kepala Kantor BPN Kab. Maggarai yang menolak permohonan, Pelapor mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang dengan putusan tertanggal 7 Oktober 2000 No.13/G/2000/PTUN Kupang jo Putusan Mahkamah Agung RI No.196K/TUN/2001 tanggal 14 Maret 2001 yang telah mengabulakn gugatan Pelapor dengan amar putusan menyatakan bahwa surat Tergugat (Kepala Kantor BPN Kab. Maggarai) tanggal 18 Agustus 2000 Nomor : 530/790 dan No.530/791 dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum dan memerintahkan Tergugat (Kepala BPN Kab. Maggarai) segera memproses permohonan perpanjangan HGB No.01/Kelurahan Mbaumuku sampai pada penerbitan Sertifikat HGB yang baru atas nama Penggugat. Namun Putusan Mahmakah Agung RI tersebut sampai saat ini ( laporan dikirim ke Ombudsman) belum dilaksanakan oleh Kepala KantorBPN Kab. Maggarai.

Langkah Komisi Ombudsman
Ketua Komisi Ombudsman Nasional melalui surat No.0043/KON-Lapor-005/I/2005-ER tanggal 25 Januari 2005 yang diujukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional di Jakarta, perihal masalah tersebut dengan pendapat Kantor Badan Pertanahan Nasional telah melakukan tindakan maladministrasi berupa penundaan berlarut-larut.

Rekomendasi Komisi Ombudsman
Ketua Komisi Ombudsman Nasional menyampaikan rekomendasi, agar Kepala Badan Pertanahan Nasional:
a. Melalui jajarannya melakukan penelitian, terutama mengenai tidak ditaatinya putusan Mahkamah Agung RI terkait pada penerbitan perpanjangan Sertifikat HGB No.01/Kelurahan Mbaumuku a.n LC
b. Mempertimbangkan dan mengambil tindakan terhadap aparat publik yang bertanggungjawab atas putusan Mahkamah Agung RI yang tidak ditaati
c. Menetapkan tindakan administrasi yang diperlukan untuk meluruskan perkara ini dan mengembalikan hak Pelapor dalam keadaan hukum semula, mengingat Pelapor sudah dirugikan.

Hasilnya
Dengan surat No.570/24.00/19/HAT tanggal 16 Pebruari 2005, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi NTT memberitahukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional dengan tembusannya kepada Komisi Ombudsman Nasional hal-hal sebagai berikut:
a. Telah disampaikan petunjuk teknis yang ditujukan kepada Kepala Kantor BPN Kab. Maggarai dengan surat Kepala Kantor Wilayah BPN Prop. NTT tanggal 9 Januari 2003 No.570/24.10/07/HTA perihal penerbitan Sertifikat HGB yang baru dan surat tanggal 30 Juli 2004 No.500/24.10/96/HAT perihal Perintah Pelaksanaan Putusan.
b. Berdasarkan laporan Kepala Kantor BPN Kab. Manggarai, bahwa pelaksanaan Putusan Pengadilan terdapat beberapa fakta yang menghambat, yaitu:
1. Pelapor tidak lagi menguasai secara fisik tanah dan bangunan yang menjadi obyek HGB
2. Ada keberatan tertulis dari Pemda Manggarai, karena berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No.3587K/PDT/2001 bahwa tanah yang disengketakan adalah hak milik Pemda
3. Terdapat 2 (dua) keputusan MA yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang tetap pada obyek yang sama. Putusan MARI No.196 K/TUN/2001 tanggal 4 Maret 2001 yang memenangkan LC dalam sengketa TUN dengan Kepala Kantor BPN Kab. Manggarai dan putusan MARI No. 3587K/PDT/2001 tanggal 8 Oktober 2003, yang memenangkan Pemerintah Kab. Manggarai dalam perkara dengan LC
4. Berdasarkan fakta tersebut di atas dan dalam rangka memberikan jaminan, Kepala Kantor Wilayah BPN Prop.NTT meminta petunjuk yang bersifat penegasan dalam kaitan dengan status hubungan hukum Pemohon.

KASUS 2
Perlakuan secara diskriminatif oleh Badan Pertanahan Kota Kupang

Keluhan:
Pelapor MHM selaku istri YH, berdomisili di Jln. Tangga 40 RT/RW 17/06 Kelurahan Fontein Kota Kupang, pada tanggal 12 Juli 2005 datang di Kantor Perwakilan Komisi Ombudsman Nasional Wilayah NTT&NTB, melaporkan bahwa Badan Pertanahan Kota Kupang melakukan tindakan diskriminatif dalam pengurusan sertifikat tanah seluas 1.377m2 yang terletak di jalan Tangga 40 No.2 Kelurahan Fontein Kota Kupang.

Masalahnya
Suami Pelapor sejak usia 11 tahun tinggal bersama Paulus Huru Doko, karena ada hubungan keluarga. Pada tanggal 20 Juni 1931, Pemerintah Belanda memberi zin kepada Paulus Huru Doko untuk membangun sebuah rumah di atas sebidang tanah ukuran 1.372m2 yang terletak di jalan Tangga 40 No.2 Kel. Fontein Kupang. Pada tahun 1972 atas persetujuan secara lisan Magdalena Huru Doko janda alm. Paulus Huru Doko dan Frids Huru Doko anak kandung alm.Paulus Huru Doko dan Magdalena huru Doko, memberikan izin kepada Suami Pelapor untuk merenovasi rumah, membayar pajak dan mendaftarkan tanah tersebut ke kepala Subdit Agraria Kabupaten Kupang untuk mendapatkan GS. Atas permohonan suami Pelapor (YH) yang bertindak atas nama Magdalena Huru Doko, Kepala Seksi Pendaftaran Kabupaten Kupang telah menerbitkan Gambar Situasi (GS) No.2117/1972 tanggal 22 November 1977. Tanggal 20 Agustus 1979. Magdalena Huru Doko meninggal dunia. Frids Huru Doko selaku anak kandung Magdalena Huru Doko, yang berdomisili di Pare-Pare Sulawesi menyadari bahwa karena selama ini YH yang memelihara mama, maka dengan meninggalnya mama, rumah dan tanah diserahkan kepada suami Pelapor YH untuk mengurus sertifikat. Pada saat itu juga Frids Huru Doko menyerahkan surat-surat tanah kepada Frans Day salah seorang pegawai di Kantor Agraria Kabupaten Kupang guna diurus sertifikat. Beberapa waktu kemudian semua surat-surat tanah tersebut dikembalikan oleh Frans Day dengan alasan tidak dapat diurus sertifikat karena tanah tersebut milik pemerintah. Pada tahun 1982, Pelapor bersama suami YH mengurus kembali sertifikat tanah tersebut a.n Frids Huru Doko, namun tetap ditolak oleh Kantor Agraria Kab. Kupang dengan alasan tanah tersebut milik pemerintah. Pada tanggal 9 September 1994, Beny Yohanes Doko, Isak H. Doko, dan Habel Doko datang ke rumah Pelapor untuk mengambil surat-surat tanah guna diajukan permohonan sertifikat hak milik atas tanah tersebut kepada Kantor Pertanahan Kota Kupang. Atas dasar permohonan Beny Yohanes Doko, Badan Pertanahan Nasional Kota Kupang telah menerbitkan sertifikat hak milik nomor 197/1995 tanggal 25 Agustus 1995 atas nama Benyamin Doko.

Langkah Komisi Ombudsman
Kepala Perwakilan Komisi Ombudsman Nasional wilayah NTT&NTB melalui surat No.12/Kon.Lapor.0010/VII/2005-aa tanggal 15 Juli 2005 ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional NTT di Kupang, perihal masalah tersebut dengan pendapat Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Kupang telah melakukan tindakan diskriminatif dalam pelayanan pengurusan sertifikat tanah.

Rekomendasi Komisi Ombudsman
Kepala Perwakilan Komisi Ombudsman Nasional wilayah NTT&NTB, menyampaikan rekomendasi agar pemberian pelayanan kepada masyarakat tidak dilakukan dengan cara-cara yang diskriminatif dan apabila permohonan Pelapor telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, dapat diproses dan peroleh pelayanan sebagaimana mestinya.

Hasilnya
Melalui surat No.570/24.00/115/HAT tanggal 23 Agustus 2006, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi NTT menjelaskan kepada Kepala Perwakilan Komisi Ombudsman Nasional Wilayah NTT&NTB tentang pengurusan sertifikat tanah seluas 1.372M2 di jalan Tangga 40 No.2 Kel. Fontein Kupang a.n Beny J. Doko sebagai berikut:
a. Tata cara dan persyaratan serta kewenangan yang berkenaan dengan proses penerbitan sertifikat an. Beny J Doko telah memenuhi kriteria secara formal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti surat keterangan kepemilikan tanah yang dibuat oleh Pemohon mengetahui Lurah Fontein dan surat keterangan warisan yang dikeluarkan oleh lurah Fontein dandidaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kupang. Selama jangka waktu proses sertifikat tanah tersebut, khususnya a.n Beny J. Dokoi tidak diterimanya keberatan dari pihak lain termasuk keberatan dari YH (suami Pelapor).
b. Bila Pelapor menginginkan untuk memperoleh kepastian penguasaan/pemanfaatan atas tanah yang dilaporkan, maka perlu diselesaikan secara kekeluargaan, dan apabila penyelesaian secara kekeluargaan tidak menguntungkan Pelapor, maka dapat menggunakan jalur hukum melalui lembaga peradilan.


KASUS 3
Kepastian hak atas tanah seluas 98.926,50M2 disekitar Pasar Oebobo Kota kupang

Keluhan:
Pelapor AA, berdomisili di Jln. Bajawa, Oebobo Kota Kupang, pada tanggal 26 Juli 2006 melaporkan kepada Komisi Ombudsman Nasional Kantor Perwakilan Wilayah NTT&NTB, agar ada kepastian hak atas tanah seluas 98.926,50M2 disekitar Pasar Oebobo Kota Kupang.

Masalah
Tahun 1983, Pemda NTT melakukan pembebasan tanah milik Pelapor seluas 1,2 ha untuk pembangunan Pasar Oebobo dengan ganti rugi sebesar Rp.100/M2. Ada sisa tanah milik Pelapor seluas 98.926,50M2 yang belum diterbitkan sertifikat oleh Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah NTT, meskipun telah diajukan. Pelapor menginginkan sisa tanah tersebut diterbitkan sertifikat oleh Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah NTT.

Langkah Komisi Ombudsman
Kepala Perwakilan Komisi Ombudsman Nasional wilayah NTT&NTB melalui surat No.27/Kon.Lapor.0020/VII/2005-dd tanggal 18 Agustus 2005 ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional NTT di Kupang, perihal masalah tersebut dengan meminta klarifikasi Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional NTT.

Rekomendasi Komisi Ombudsman
Kepala Perwakilan Komisi Ombudsman Nasional wilayah NTT&NTB menyampaikan rekomendasi, agar Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional NTT dapat memberikan penjelasan tentang alasan-alasan penolakan penerbitan sertifikat atas sisa tanah Pelapor kepada Komisi Ombudsman Nasional Perwakilan NTT&NTB.

Hasilnya
Pada Rapat Koordinasi Komisi Ombudsman Nasional Perwakilan NTT&NTB dengan Instansi Pemerintah Daerah tanggal 20 September 2006, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Prop.NTT menyampaikan klarifikasi secara tertulis tentang keluhan dari Pelapor terhadap kepastian hak atas tanah seluas 98.926,50M2 di Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo Kota Kupang, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Dalam rangka pendaftaran tanah desa lengkap sesuai PP No.10 tahun 1961, oleh Direktorat Agarraria Propinsi NTT telah dilaksanakan Pendaftaran Tanah antara lain di Desa Oebobo tahun 1972, ternyata tidak ditemukan bidang tanah Pelapor seluas 98.926,50M2, tetapi yang ada hanya sebagian telah dikuasai oleh perorangan.
b. Pada saat pembebasan tanah oleh Pemda Tkt.I NTT untuk pembangunan Pasar Oebobo tahun 1983, Pelapor hanya menguasasi tanah seluas 12.000 M2 yang telah diberi ganti rugi oleh Pemda Tkt.I NTT.
c. Terhadap masalah tanah Pelapor, Pelapor telah menggugat Pemerintah Daerah Propinsi NTT, Kantor Wilayah BPN Prop.NTT dan PT. Putra Gemilang Karya Mandiri dan telah diputuskan oleh PN Kupang No. 65/Pdt.G/2003/PN-Kpg tanggal 26 Pebruari 2004 Jo. Putusan PT Kupang No.50/PDT/2004/PTK tanggal 30 Agustus 2005 Jo. Putusan Mahkamah Agung RI No.125 K/PDT/2005 tanggal 26 April 2006 yang pada intinya menolak gugatan dari Pelapor.

5. Pelapor, Ombudsman, dan Terlapor
Mencermati 3 (tiga) kasus yang ditindaklanjuti seperti disajikan sebelumnya, sebenarnya antara Pelapor- Ombudsman- Terlapor terdapat hubungan saling mengawasi dan melindungi. Hubungan saling mengawasi antara Pelapor- Ombudsman- Terlapor tercermin dalam langkah kerja penanganan keluhan masyarakat oleh Ombudsman.
Setelah menerima laporan masyarakat, Ombudsman melakukan tahapan penanganan mulai dari menerima laporan, mendaftarkan laporan, menganlisis, bahkan melakukan investigasi laporan, kemudian Ombudsman mengirimkan rekomendasi kepada Terlapor dengan tembusan kepada Pelapor. Karena ada tembusan kepada Pelapor, maka secara pasti Pelapor akan selalu ikut memantau perkembanganan penangangan laporannya oleh Ombudsman dan memantau perkembangan tindak lanjut rekomendasi oleh instansi Terlapor. Sementara itu, Terlapor terpacu untuk menindaklanjuti rekomendasi yang diterimanya, karena Ombudsman selalu memantau kesungguhan Pemerintah dalam menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman. Terlapor selalu diawasi oleh Pelapor dan Ombudsman, sehingga melalu mekanisme pengawasan seperti itu, mencegah terjadinya ketidakadilan dalam pemberian pelayanan publik terhadap perorangan. Meskipun rekomendasi Ombudsman tidak mengikat secara hukum, tetapi jika diikuti atau ditindaklanjuti justru akan memberi perlindungan hukum bagi diri dan instansi Terlapor. Bagi dirinya, dengan mengikuti rekomendasi Ombudsman dirinya akan terbebas dari fitnah dan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar. Intinya, yang bersangkutan menyadari, bahwa sebenarnya Ombudsman merupakan pelindungnya dari tuduhan yang tidak benar. Bagi intitusinya, akan merasakan bahwa berkat selalu mengikuti rekomendasi Ombudsman, kinerja institusinya akan semakin baik dan terpercaya. Bagi Pelapor, dengan ditindaklanjuti keluhannya oleh Terlapor, ia merasa puas karena telah mendapatkan perhatian selayaknya sebagai manusia yang membutuhkan penghargaan. Tentu saja, kepuasan Pelapor tersebut melahirkan citra yang positip bagi BPN sebagai pelayan publik yang baik. Jika ini terjadi, maka kehadiran Ombudsman sangat membantu mendorong aparat BPN meningkatkan mutu pelayanan agar masyarakat memperoleh keadilan, rasa aman, danm kesejahteraan yang makin baik.

*) Dosen Fakultas Hukum Undana & Kepala Perwakilan Komisi Ombudsman Nasional Wilayah Nusa Tenggara Timur & Nusa Tenggara Barat, Jalan Eltari 2 No.105 Kupang

Simbol Babak Baru Kepengurusan PDI Perjuangan

Ia merintis karir politik dari bawah. Pada masa puncak tekanan kepada PDI (Partai Demokrasi Indonesia) pimpinan Megawati ia menjabat Sekretaris Jenderal. Kemudian saat PDI berubah nama menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ia pun dipertahankan sebagai Sekretaris Jenderal DPP mendampingi Megawati. Kemudian, partai ini berhasil menjadi pemenang Pemilu 1999 yang mengantarkan Megawati ke puncak kekuasaan negeri ini.

Namun pria kelahiran Ambon, 01 Oktober 1948 ini tidak ikut terangkat dalam puncak kekuasaan itu. Malah ia seperti disingkirkan dari pusat pengambilan keputusan partai. Padahal, sebagai orang kedua di partai saat mendapat tekanan dahsyat dari pemerintah Orde Baru, ia telah mengabdikan diri demi kejayaan partai. Sehingga ketersingkirannya malah dinilai berbagai pihak menjadi simbol babak baru kepengurusan PDI-P.

Sebelum menjabat Sekjen DPP PDI ia menjabat Ketua Umum DPP GAMKI (1989). Posisi Ketua Umum DPP GAMKI inilah yang mengantarkannya menjabat Sekjen DPP PDI itu. Karena sejak PDI berdiri sebagai hasil fusi dari beberapa partai sudah menjadi kesepakatan bahwa jabatan Sekretaris Jenderal dipercayakan kepada anggota dari unsur Kristen.

Tapi setelah PDI-P tampil sebagai pemenang Pemilu kesepakatan ini telah dilupakan. Dalam Kongres PDI-P di Semarang tahun 2000, jabatan Sekjen tidak lagi dipercayakan kepada unsur nonmuslim. Untuk pertama kali PDI (PDI-P) tidak lagi memperhatikan keterwakilan unsur-unsur keanekaragaman kebangsaan dalam kepengurusannya. Kini, tampaknya oleh desakan psikologis eksterrnal partai, PDI-P tidak lagi terikat kepada unsur-unsur yang melahirkan dan membesarkannya.

Sehingga ketersingkiran Alex sebagai Sekjen PDI-P sekaligus diartikan berbagai pihak sebagai simbol pengingkaran PDI-P pada komitmen kebangsaan yang bhineka tunggal ika, dalam menempatkan berbagai unsur dalam kepengurusan partai. Partai ini dianggap berbagai kalangan berubah menjadi tak ubahnya seperti partai lain yang belum ikhlas mengaktualisasikan kebhinnekatunggalikaan Indonesia.

Alex digantikan Ir Sutjipto. Ia dengan legowo menerima keputusan kongres. Dalam pemerintahan Megawati, ia pun tidak diberi kercayaan menjabat posisi penting. Namun ia tetap tidak mau berteriak seperti kader PDI-P lainnya yang merasa tersingkir setelah Megawati berada di puncak kekuasaan.

Alex sudah aktif berorganisasi sejak kuliah di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FKIP Unpatti, Ambon (1968-1972). Ia aktif sebagai Anggota GMKI Ambon (1969). Kemudian ia masuk Parkindo di Maluku (1971). Lalu menjabat Wakil Ketua BPC GMKI Ambon (1974-1976 ) dan Sekretaris Umum Dewan Mahasiswa Unpatti Ambon (1974-1978). Saat itu ia juga menjabat Sekretaris PP GMKI Regional Maluku dan Irian Jaya, Ambon (1976-1978) dan Pengurus KNPI Ambon (1977-1978).

Kemudian ia hijrah ke Jakarta menjabat Sekretaris Bidang Pendidikan Kader PP GMKI (1978-1980), Ketua Bidang Pembinaan Anggota PP GMKI (1980-1982), Kepala Bidang External PP GMKI (1982-1984) hingga menjabat Ketua Umum PP GMKI (1984). Ia pun terpilih menjabat Ketua DPP KNPI (1984-1987). Selepas itu, ia menjabat Ketua DPP GAMKI (1987-1989) dan Ketua Umum DPP GAMKI (1989).

Posisi Ketua Umum DPP GAMKI itu mengantarkannya menjabat Sekretaris Jenderal DPP PDI (1993-1998) dan Sekretaris Jenderal DPP PDIP (1998-2000).

Suami dari Maureen Maspaitella Litaay ini sebelum menjadi Anggota DPR dari Fraksi PDI-P, sempat berpofesi sebagai guru dan dosen. Ia pernah mengajar di SMA Kristen Ambon, (1970-1975) dan menjabat Asisten Direktur Yayasan Pendidikan Kader Bina Dharma, Salatiga (1984-1987) serta Asisten Direktur Johanes Leimena Jakarta (1988-1993)

Ayahanda dari Natasya Alexandra Litaay (13-10-1987), Adventya Zamyra Litaay (15-12-1988) dan Thomas Mandela Demokrasio Litaay (10-05-1994) ini menguasai (aktif) bahasa Inggris dan Belanda.

Putera dari pasangan Mezaac J. Litaay dan Marthina Hobertina Toisuta ini mengecap pendidikan di SMP YPK, Sorong, Irian Jaya (1962-1965), SMAN I Ambon (1964-1967) dan Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FKIP Unpatti Ambon (1968-1972)

Di DPR/MPR ia aktif sebagai Anggota BP MPR RI, Anggota BKSAP DPR RI, Penasehat Fraksi PDIP DPR RI, Wakil Ketua Fraksi PDIP MPR RI, Anggota Komisi II (Hukum dan Dalam Negeri) DPR RI dan Anggota Sub Komisi Otonomi Daerah DPR RI. (rudy riwukaho - Sumber : Tokoh Indonesia)

Biaya Rumah Sakit Boleh Mahal, Asal Orang Miskin Gratis

Menteri Koordinator (Menko) Kesejahteraan Rakyat (Kesra), Aburizal Bakrie, mengatakan, biaya rumah sakit boleh mahal asalkan warga miskin bisa mendapat pelayanan secara gratis. “Saya sudah berkunjung ke rumah sakit itu dan ketika saya tanya bagaimana nasibnya warga miskin, manajemen rumah sakit mengatakan orang miskin mendapat pelayanan gratis. Berarti tidak masalah,” kata Aburizal, di Kupang, Rabu.

Terhitung 1 Januari 2007, manajemen RSUD Prof. W.Z. Johannes Kupang, satu-satunya rumah sakit milik pemerintah di Kota Kupang, ibukota Provinsi NTT akan memberlakukan tarif baru sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor: 4 tahun 2006 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan.

Tarif baru pelayanan kesehatan rawat jalan di RSUD Kupang sesuai Perda 4/2006 sebesar Rp17.500/pasien. Terjadi peningkatan Rp12.500 dari tarif lama Rp5.000/pasien sesuai Perda Nomor 7 Tahun 2000. Tarif baru itu lebih mahal dari dua rumah sakit swasta di Kupang yakni Rumah Sakit Tentara (RST) dan Rumah Sakit Bhayangkara (RSB) hanya Rp15.000/pasien. Bahkan rumah Sakit Tabanan Bali hanya Rp8.500 dan Rumah Sakit Kepanjen Malang hanya Rp10.500/pasien rawat jalan.

Demikian pula, biaya rawat inap yang juga lebih mahal dari RSB Kupang. Perawatan Klas III di RSUD Prof W.Z. Johannes Kupang berkisar antara Rp50.000 hingga Rp65.000, sementara RSB Kupang hanya Rp35.000 dan RS Tabanan hanya Rp27.000.

Biaya rawat inap Klas II dan I pun jauh lebih mahal dari rumah sakit swasta di Kupang dan dua rumah sakit diluar NTT sebagai pembanding. Biaya rawat inap Klas II di RSUD Kupang sebesar Rp110.000, RSB Rp55.000 dan RST Rp102.000. RS Tabanan Rp36.000 dan RS Kepanjen Rp70.000. Klas I di RSUD Kupang sebesar Rp190.000, di RSB hanya Rp90.000 dan RST Rp122.500, RS Tabanan Rp54.000 dan RS Kepanjen Rp115.000.

Biaya rawat inap Klas Paviliun yang mencapai Rp345.000 di RSUD Kupang, sementara di RSB hanya Rp175.000, RST Rp170.000, RS Tabanan Rp100.000 dan RS Kepanjen Rp260.000.

Aburizal mengatakan, Departemen Kesehatan sudah mengingatkan manajemen rumah sakit di berbagai daerah di Indonesia agar tidak membebani warga miskin.

“Kalau manajemen RSUD Prof. W.Z. Johannes menaikan tarif dan dianggap mahal tidak menjadi persoalan sepajang pasien dari keluarga miskin tidak pungut biaya. Saya sudah tegaskan hal ini saat berdiskusi dengan direktur rumah sakit itu,” ujarnya.

Ia mengatakan, warga miskin yang membutuhkan pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah dapat menggunakan kartu askes miskin (askeskin) agar tidak dibebankan biaya perawatan.

“Karena itu, pemerintah daerah berkewajiban memberikan kartu askeskin kepada warga miskin agar dimanfaatkan sesuai peruntukkannya,” ujarnya. (ant/rrk)

Kenaikan Gaji Dewan, Model Korupsi Yang Sangat ‘Bugil’


Pengamat politik DR Chris Boro Tokan SH.MH berpendapat, kenaikan gaji wakil rakyat dan para pimpinannya, baik di pusat maupun di daerah-daerah mencerminkan model korupsi secara “bugil” melalui pengaturan aspek kepastian hukum. Pengaturan aspek kepastian hukum yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada legislatif ini untuk tetap “mengamankan penyuburan model korupsi terbungkus” yang selama ini tersentral melalui perilaku oknum-oknum eksekutif dengan kroni-kroninya.

“Era sekarang menandakan bahwa korupsi dilakukan terbuka melalui pengaturan aspek kepastian hukum untuk para anggota legislatif dan pimpinannya,” kata Boro Tokan yang juga Ketua Biro Cendekiawan, Litbang dan Lingkungan Hidup DPD Partai Golkar Nusa Tenggara Timur (NTT) itu di Kupang, Rabu.

Doktor ilmu hukum lulusan Universitas Indonesia 2003 itu mengatakan, para wakil rakyat di daerah-daerah sudah tidak malu lagi mengatur kenaikan penghasilannya melalui perda, tanpa ada tolok ukur yang jelas tentang kinerja dan keberhasilan yang telah dibuat bagi rakyat di daerahnya masing-masing.

“Sangat ironis memang jika kita mencermati situasi dan kondisi yang tengah dihadapi bangsa dan negara saat ini seperti meningkatnya angka kemiskinan, gaji buruh yang rendah, pengangguran, bencana alam, rawan pangan, gizi buruk dan lain-lain,” katanya.

Namun, tegas mantan Sekjen PP Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI periode 1985-1988 itu, elit pemerintah malah tidak malu-malu melakukan korupsi secara telanjang melalui dalil kepastian hukum, aspek legalitas yang mengabaikan aspek kemanfaatan atau kegunaan aturan hukum itu bagi rakyat yang hidup berkekurangan (miskin), menganggur, rawan pangan dan gizi buruk.

Dengan demikian, kata dia, pemerintahan SBY dan pemerintahan di daerah, sebenarnya secara sadar telah menjalankan suatu model pemerintahan yang “elite oriented” yakni lebih melayani kaum elit dan lingkarannya.

Hal itu menjadi suatu ciri pemerintahan kapitalis yakni melayani kebutuhan kaum elit pemerintahan dan kaum kapitalis (pemodal) yang melingkarinya, tambah mantan anggota DPRD NTT periode 1999-2004 itu.

“Pemerintah tidak sesungguhnya melayani rakyat, kaum miskin yang menderita, menganggur, karena pelayanan yang diberikan lebih bernuansa supaya rakyat tidak kecewa dan memberontak. Jika rakyat memberontak maka bagi elit pemerintahan tentu akan mengganggu kepentingan dan kenyamanan mereka yang selama ini sudah terpelihara melalui jalur korupsi,” kata Boro Tokan. (ant/rrk)

Danrem : Tak Ada Rencana Pembangunan Korem di Flores

Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kol Inf Arief Rachman menegaskan, institusi TNI-AD tidak memiliki rencana untuk membangun markas Komando Resimen (Korem) di Ende, Pulau Flores, seperti rumor yang berkembang selama ini di masyarakat.

“Kami tidak memiliki rencana untuk membangun Korem di Ende dan wilayah lainnya di NTT. Yang ada hanya pemekaran kompi Batalyon Infanteri (Yonif) 743/PSY yang berkedudukan di Ende saat ini,” kata Danrem Arief Rachman dari Jakarta, Rabu, ketika dihubungi melalui telepon selulernya menyangkut isu pembangun Korem tersebut.

Isu pembangunan Korem tersebut mendapat reaksi beragam dari masyarakat di Flores, termasuk juga anggota DPR-RI asal Flores dari PDI Perjuangan, Cypri Aoer yang meminta seluruh komponen masyarakat NTT untuk menolak pembangunan Korem di Flores.

Dalam pandangan mantan Pemred Harian Suara Pembaruan itu, NTT bukan masuk dalam kategori daerah genting sehingga tidak membutuhkan Korem.

Danrem Arief Rachman menyatakan penyesalannya dengan rumor yang berkembang mengenai pembangunan Korem tersebut, karena terkesan mengada-ada untuk mencari popularitas murahan demi kepentingan politik tertentu.

“Kami tidak memiliki rencana apa pun untuk pembangunan Korem di Flores dan wilayah lainnya di NTT. Yang ada hanya pemekaran kompi Yonif 743/PSY karena ada hibah tanah dari masyarakat setempat di Desa Kuru, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende,” katanya.

Ia mengatakan, rencana pemekaran kompi tersebut karena ada hibah tanah dari masyarakat untuk TNI-AD. Jika tidak ada hibah tanah dari masyarakat, rencana pemekaran kompi mungkin juga belum terwujud, tambahnya.

Ketika Timor Timur lepas dari Indonesia pada 1999, Kodam IX/Udayana sempat mewacanakan pembangunan Korem di Flores menyusul di likuidasinya Korem 164/Wiradharma Dili.

Pangdam IX/Udayana (waktu itu), Mayjen TNI Adam Damiri sempat melakukan “hearing” dengan DPRD NTT di Kupang mengenai rencana TNI-AD membangun Korem di Flores pada saat itu.

Namun, DPRD NTT pada saat itu memberikan reaksi negatif terhadap wacana yang dilontarkan Pangdam IX/Udayana tersebut, karena masyarakat Flores juga menolaknya dengan tegas sehubungan dengan citra yang kurang menyenangkan terhadap eksistensi TNI di Timtim dahulu. (RRK)

Sunday, December 3, 2006

ROH GMKI

Kelompok Studi Penyelidikan Alkitab (PA) GMKI Cabang Makasar
Tahun 1957

PA adalah Roh GMKI dan nampaknya GMKI ke-kini-an sudah mulai kehilangan rohnya, memang ada beberapa GMKI Cabang yang masih setia pada rohnya, tetapi ada beberapa GMKI cabang yang nampaknya sudah mulai luntur, contohnya adalah GMKI Cabang Salatiga yang saat ini seharusnya menjadi GMKI yang kuat karena di topang oleh keberadaan
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dan Yayasan Bina Darma

Masihkah Ada PA di GMKI !!!



Monday, November 27, 2006

Rektor Pemimpin Bukan Pengajar

Oleh: Prof.Dr. Usman Pelly, M.A **)

Akhir-akhir ini di Sumatera Utara terjadi banyak pergantian pimpinan universitas yaitu pemilihan rektor baru. Seperti biasa setiap pergantian pimpinan (suksesi), situasi dan kondisi masyarakat kampus di universitas tersebut menghangat, karena mereka terlibat dengan pembicaraan dan pemikiran siapa tokoh yang paling cocok dan pantas untuk diajukan dan dipilih sebagai rektor baru. Hal itu wajar-wajar saja.

Kedudukan seorang Rektor, apalagi rektor suatu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sangat prestis (pestigous), karena tokoh rektor di Indonesia sangat dihormati masyarakat di dalam dan di luar kampus. Oleh karena itu, pengangkatan seorang rektor PTN setelah diajukan oleh Senat Universitas, dipertimbangkan oleh Mendiknas dan kemudian diangkat langsung oleh Presiden. Kedudukan rektor PTN secara struktural adalah eselon IA (sama dengan kedudukan seorang direktur jendral). Malah di beberapa negara, seperti di Mesir, kedudukan Rektor Al-Azhar umpamanya setingkat dengan kedudukan seorang Perdana Menteri, sehingga apabila beliau ke luar negeri negara yang dikunjunginya harus membentang karpet merah menyambutnya, sesuai dengan tata protokoler kunjungan seorang perdana menteri.

Apa tugas utama seorang rektor? Seorang rektor adalah seorang pemimpin, seorang manager atau seorang administrator. Berbeda dengan rektor, seorang staf pengajar (academic staff) atau biasanya juga disebut dosen, dia adalah seorang akademisi, yang bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan di perguruan tinggi. Top carrier (karir tertinggi) seorang dosen di perguruan tinggi adalah guru besar (profesor), bukan rektor. Seperti juga top carrier seorang PNS di Pemda adalah Sekretaris Daerah (Sekda) bukan bupati atau gubernur. Karena bupati dan gubernur adalah jabatan politis, siapa saja mungkin dapat jadi bupati atau gubernur asal dia memiliki dukungan politis, apakah dia berasal dan seorang preman, pebisnis, anggota TNI/Polri atau tokoh partai politik, tetapi tidak demikian dengan seorang Sekda, dia harus seorang PNS karir. Seorang rektor adalah kepala administratur atau top manager sebuah perguruan tinggi, walaupun dia adalah penanggung jawab utama sebuah universitas, tetapi di bidang akademik, rektor harus menghormati otonomi akademik.

Rektor tidak dapat mencampuri secara langsung urusan akademik, karena urusan itu adalah ranah (domain) para guru besar bersama Ketua Jurusan/Prodi atau Kepala Laboratorium. Karena itu, Ketua Jurusan (Head of Department) atau Kepala Laboratorium, seharusnya seorang profesor. Rektor berkewajiban menyediakan atau memfasilitasi semua keperluan atau kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan di perguruan tinggi itu. Kenaikan pangkat atau jabatan seorang dosen tidak ditentukan oleh rektor, tetapi oleh kinerja dosen itu sendiri dan evaluasi teman-sejawat serta profesor yang bergerak dalam ilmu itu. Rektor dan perangkatnya hanya memfasilitasi keperluan, kebutuhan dan memproses kenaikan pangkat tersebut.

Penjaringan seorang calon rektor di luar negeri, terbuka (seperti sistem lelang), siapa saja dapat mencalonkan diri, tidak terbatas pada staf akademik yang ada di perguruan tinggi ybs. Sistem ini telah dijalankan pula oleh universitas-universitas BHMN, seperti UI, ITB dan Gadjah Mada. Mereka mencari seorang pemimpin bukan seorang staf pengajar (dosen), mereka mencari seorang manager atau administrator yang handal bukan tenaga edukatif. Oleh karena itu Yasser Arafat misalnya (sebenarnya dia seorang ingineer lulusan PT terkenal), sebelum dia dipilih sebagai Ketua PLO atau Presiden Palestina, pernah menjadi calon kuat rektor sebuah universitas terkemuka di Inggris. Di Indonesia, tradisi menjaringan calon rektor seperti ini belum ditradisikan oleh sebahagian besar universitas, termasuk Unimed (Universitas Negeri Medan).

Di Unimed penjaringan calon rektor masih terbatas dari lingkungan staf pengajar. Oleh karena itu banyak orang tidak melihat perbedaan tugas seorang pemimpin (administrator) dengan seorang staf pengajar (akademisi). Malah dianggap siapa saja yang sudah profesor sudah kualified jadi rektor. Banyak yang merasa di Unimed seperti juga di PTN lainnya bahwa top karir seorang dosen itu bukan profesor tetapi rektor. Padahal jabatan guru besar itu dari segi akademik sangat penting dan prestis, sama prestisnya dengan seorang rektor. Tetapi karena penghasilan dan fasilitas yang diberikan kepada rektor dianggap sangat berlimpah (hal ini sangat disesalkan) dibandingkan dengan seorang profesor, maka orang tetap mengejar jabatan rektor, walaupun jabatan itu akan menguras kapasitasnya sebagai seorang akademisi.

Banyak profesor yang tidak punya penelitian yang cemerlang dan juga tidak punya publikasi ilmiah, baik pada tingkat nasional atau internasional, sehingga dia hanya dikenal di seputar kampusnya saja. Kalau diundang dalam pertemuan internasional, banyak yang menghindar untuk datang, karena banyak yang "sakit gigi" (tidak lancar berkomunikasi dalam bahasa asing). Sesudah pensiun dia dilupakan orang, karena waktunya telah terkuras selama memegang jabatan guru besar itu dalam jabatan-jabatan struktural seperti dekan, PR atau, rektor dan lain-lain. Karena itu pula banyak profesor di luar negeri, yang menolak apabila ditawari jabatan struktural, apakah dekan atau rektor, karena jabatan-jabatan itu tidak sejalan dengan karirnya sebagai seorang profesor (akademikus).

Bulan ini di Unimed akan di lakukan pemilihan seorang rektor, karena jabatan rektor priode yang dipegang oleh Prof. Djanius Djamin akan segera berakhir. Kami yakin anggota Senat Unimed mengerti dan memahami benar bahwa mereka akan memilih seorang pemimpin seorang, administratur universitas, bukan seorang staf pengajar atau dosen. Dosen yang kualified itu adalah seorang yang telah menyandang jabatan dan gelar Prof, Doktor, tetapi kualifikasi utama seorang pemimpin (Kepala Administratur Perguruan Tinggi) itu bukan Prof, Doktor itu, tetapi adalah seorang yang mampu mengayomi masyarakat kampus, menjalankan, memfasilitasi dan memutar roda perguruan tinggi sesuai dengan visi dan misinya. Kualifikasi ini dapat dilihat dari track-rekord (pengalaman) seseorang yang akan diajukan sebagai calon rektor.

Kalau kualifikasi seorang calon rektor yang akan menjadi pemimpin itu, kebetulan bergelar profesor, doktor, maka itu adalah calon yang paling ideal, karena dia memiliki sekaligus dua kapasitas (kepemimpinan dan "academic standing"). Akan tetapi kalau dia belum profesor, doktor pun tidak atau bukan masalah, karena tujuan utama dalam pemilihan rektor ini adalah memilih seorang pemimpin, seorang leader atau seorang kepala administratur perguruan tinggi bukan seorang tenaga edukatif (dosen).

*) Penulis adalah Tokoh Pendidikan Nasional

**) Dikutip dari : WASPADA Online Eds 6 Nop 2006



BANGUNLAH EMBUNG UNTUK KEMARAU PANJANG

Oleh: Viktor Siagian *)

Musim kemarau tahun ini memang luar biasa dan sudah mendekati kondisi El Nino tahun 1997. Seharusnya pada Oktober, hujan sudah mulai turun, tapi ternyata hanya di beberapa daerah saja. Dampak dari kemarau panjang ini tentu merugikan secara ekonomi, banyak petani yang gagal panen, baik tanaman padi sawah, palawija, dan tanaman perkebunan.

Sebanyak 50 000 ha sawah diperkirakan kekeringan (drought) dan puso dengan kerugian Rp 1 triliun. Musim tanam Oktober Maret (musim penghujan) akan mundur ke November atau Desember.

Walaupun sebenarnya hal ini sudah berlangsung sejak tahun 1997 akibat pergeseran iklim, petani lebih banyak menanam padi pada November/Desember. Jika dulu bulan yang berakhiran ber pasti konotasinya akan banyak turun hujan, saat ini belum tentu demikian.

Dampak ini juga berpengaruh besar terhadap produksi peternakan kita, terutama sapi yang memerlukan rumput dan air untuk kehidupannya, sapi menjadi kurus, berat karkas menjadi berkurang. Demikian juga usaha kolam ikan air tawar, banyak ikan yang mati karena kolam yang mengering. Banyak penduduk di pedesaan dan kota yang saat ini kesulitan mendapatkan air.

Kekeringan ini juga menyebabkan rentannya terhadap kebakaran lahan dan hutan, cukup dengan membuang puntung rokok lahan semak, kebun karet dan hutan akan terbakar. Apalagi di daerah lahan gambut yang sudah direklamasi sangat rawan terbakar karena kemampuan memegang airnya sangat rendah.

Dampak lainnya dari kemarau panjang ini adalah debit air Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di seluruh Indonesia menurun drastis sehingga kesulitan untuk memutar turbin. Hampir di seluruh Indonesia terjadi pergiliran pemadaman listrik.

Tentunya semua ini akan merugikan negara secara ekonomi. Banyak pabrik-pabrik yang tidak beroperasi, kantor-kantor pemerintah/swasta yang lumpuh, apalagi bagi pelajar/mahasiswa hal ini tentunya akan mengganggu konsentrasi belajar.

Bangunlah Embung

Tapi di atas semua ini, kita masih memiliki harapan untuk mengatasi kemarau panjang ini. Kemarau panjang adalah gejala alam yang sangat sulit kita hindari. Kita hanya dapat meminimalkan dampak kemarau melalui teknologi dan keunggulan sumber daya alam yang kita miliki.

Daerah-daerah yang memiliki danau kecil seperti lebung (daerah cekungan di daerah rawa), situ dan embung (semacam waduk kecil) umumnya masih lebih bisa bernafas dibanding yang tidak memiliki. Minimal penduduk bisa memperoleh akses untuk minum, mandi, cuci, dan kakus (MCK).

Situ-situ yang banyak dibangun oleh Belanda di sekitar Jabotabek maupun Jabar sebenarnya berguna untuk MCK dan pertanian pada musim kemarau. Pada musim hujan situ ini juga berguna sebagai pencegah banjir. Hanya sekarang situ-situ itu sudah mulai banyak yang berubah fungsi.

Embung ini dapat berukuran 0,5 ha dan dasarnya dapat dilapisi plastik tebal agar air tidak terhisap (terinfiltrasi) oleh tanah dan biayanya juga relatif murah, bisa dibangun dengan cara gotong royong. Air hujan ini dapat ditampung dalam satu wadah seperti situ, embung, untuk selanjutnya dimanfaatkan pada musim kemarau.

Jadi air tersebut tidak terbuang sia-sia ke laut, atau habis karena penguapan (transpirasi), terserap oleh tanah (infiltrasi). Karena menurut ahli hidrologi, neraca air di Indonesia umumnya positif artinya jumlah air yang disuplai baik oleh air hujan, sungai, danau masih lebih banyak dari yang dibutuhkan.

Ada tiga cara untuk mengatasi kemarau panjang ini: Pertama, membangun embung. Daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi pada musim hujan (Jabar, Sumsel, Bengkulu, NTT, dsb) sangat memungkinkan untuk dibangun embung untuk gudang air pada musim kemarau.

Jumlah embung ini tergantung dari kebutuhan yang kita perlukan. Padi sawah misalnya memerlukan 6.000-12.000 m3 air/ha/musim tanam, manusia memerlukan berkisar 30-50 liter/hari untuk minum dan MCK, demikian juga ternak, ikan air tawar, dsb.

Reboisasi

Kedua, tentunya adalah melalui cara alami yang sudah diajarkan oleh nenek moyang kita, yaitu menanam kembali hutan kita yang sudah rusak. Hutan adalah penampung air yang paling andal, jumlah air yang menguap melalui tanaman dan permukaan tanah (evapotranspirasi) dapat diatur oleh ekosistem hutan.

Andaikan hutan kita masih utuh seperti tiga dekade lewat, niscaya dampak negatif dari kemarau panjang dapat kita atasi. PLTA-PLTA tidak akan mengalami kekurangan air pada musim kemarau, sungai tidak akan mengering karena hutan memiliki daya menyimpan air yang tinggi.

Luas hutan kita saat ini tinggal 110 juta ha, berkurang 28 % dibandingkan dengan 10 tahun lewat. Daerah-daerah Aliran Sungai (DAS) kita sudah banyak yang rusak sehingga terjadi kekeringan pada MK dan banjir pada MH. Jika nanti Musim Hujan tiba, kita harus siap menerima bencana lain yakni banjir dan longsor.

Eksploitasi hutan yang berlebihan terutama untuk tujuan ekonomi berdampak buruk bagi keseimbangan ekosistim kita. Reboisasi, dan pelestarian hutan sangat kita perlukan saat ini agar generasi mendatang dapat menikmati hidup yang lebih baik.

Ketiga, adalah dengan melakukan penghematan penggunaan air baik untuk MCK maupun pertanian. Gerakan hemat air ini sebenarnya sudah dicanangkan lebih dari satu dekade lewat, tapi saat ini gaungnya tidak terdengar. Jika ini berhasil, penurunan debit air pada musim kering di PLTA dapat dikurangi.

Target kita untuk mencapai swasembada pangan pada tahun 2007 tentu harus dikaji ulang, mundurnya jadwal tanam akan berpengaruh terhadap pola tanam, daerah yang biasa ditanami padi tiga kali setahun tentunya akan sulit tercapai tahun ini.

Demikian juga dengan tanaman ketiga (musim kering tahap kedua) yang biasanya adalah palawija atau sayur-sayuran akan tidak tertanami tahun ini. Dampak dari menurunnya produksi ini sudah dapat dirasakan dengan naiknya harga-harga kebutuhan bahan pokok.

Jadi kebutuhan pangan kita akan terganggu tahun ini. Pastinya sulit mencapai produksi yang sama dengan tahun 2005, yakni 54,6 juta ton gabah. Kita harus siap mengimpor beras dan komoditi pangan lainnya, tidak perlu alergi, dan jangan dijadikan polemik atas nama petani.

Karena saat ini pun kita harusnya mengimpor beras karena harga beras (Rp 4.500 - Rp 5.000/kg) sudah di atas jangkauan kemampuan masyarakat.

*) Penulis alumni IPB, peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumsel, Badan Litbang Deptan, Palembang (Dikutip dari Sinar Harapan Eds, 27 Nop 2006)

Hymne GMKI

Oleh: Wilson M.A. Therik

JUDUL di atas mungkin terkesan aneh buat sebagian besar anggota GMKI periode 1980-an hingga saat ini, karena yang mereka kenal hanya satu yakni Mars GMKI sekalipun tidak semua anggota bisa melagukannya dengan baik. Mars GMKI memang sering dilagukan pada setiap upacara organisasi dan acara seremonial GMKI lainnya.

Hymne GMKI? Penulis sangat yakin bahwa banyak sekali anggota pergerakan yang tidak mengetahui bahwa sesungguhnya GMKI juga memiliki Hymne, kalau-pun ada penulis yakin hanya sebatas mendengar cerita dari para senior GMKI.

Secara organisasi penulis berpendapat bahwa GMKI telah melanggar Keputusan Kongres Nasional ke-12 Tahun 1970 di Kupang di mana saat itu-lah Hymne GMKI lahir dan ditetapkan melalui sebuah Surat Keputusan Kongres. 36 Tahun kemudian di mana Kupang kembali dipercaya menjadi tuan rumah Kongres Nasional GMKI ke-30 Tahun 2006 atau Kongres Nasional GMKI yang ke-2 yang digelar di Kupang setelah tahun 1970, Hymne GMKI kembali dikumandangkan pada acara pembukaan Kongres Nasional GMKI ke-30. Keberlanjutannya? ... Semuanya kembali kepada insan GMKI terutama kepada Pengurus Pusat dan BPC GMKI se-Tanah Air untuk melagukan lagi Hymne GMKI agar dapat bersanding kembali dengan Mars GMKI.


Hymne GMKI

4/4 Syair = Daniel Lengkong

F = do Lagu = Abdallah Lengkong

Maestoso – khidmat


Jauh diangkasa terdengar semboyanmu

Marilah bersaksi yang mendengar panggilanNya

Ut Omnes Unum Sint agar Satu adanya

bawalah FirmanNya ke s’luruh bumi ini

Panji Kristuslah yang serta

Pelambang ikhlas rela berkorban

Injil yang kudus dasar kita

Berkat Kristuslah nyata dan terwujud

dalam sepanjang hidupmu

Oleh kasihnya yang termulia

Reff

Kuduslah Allah

GMKI Jaya

Kuduslah Allah

GMKI Jaya

Semoga opini singkat ini bisa membangkitkan kembali semangat pergerakan GMKI tidak hanya dengan semangat Mars GMKI tetapi juga dengan kekhidmatan Hymne GMKI. Bangkitlah menjadi taruk bagi bangsa.

Ut Omnes Unum Sint.

Dua orang Polisi Nasional Timor Leste (PNTL) sedang membantu dua orang polisi PBB mengangkat jenazah seorang pria asal Bobonaro yang dibunuh orang tak dikenal di Komoro, Minggu (19/11) malam. FOTO: STL/Antonio Dasiparu

Misionaris Brasil Tewas Dibunuh di TL

Syallomdailynews - Seorang missionaris Protestan asal Brasil, Edgar Goncalves (32) tewas dibunuh di Dili, Timor Leste.

Korban ditusuk sekelompok orang tak dikenal di depan Kedutaan Besar Australia, Fatu-Hada, Dili Barat, Minggu (19/11) malam. Pembunuhan terhadap warga asing itu merupakan pertama kali sejak terjadinya krisis politik di Timor Leste pada Mei lalu.

Sementara itu, Senin (20/11) pagi, ditemukan seorang pria berbadan kekar dalam kondisi tidak bernyawa. Korban yang bernama Jose Halimesak itu ditemukan di samping kanan pintu gerbang Kantor Pusat CCF (Commite Central Fretilin) atau depan rumah Ahmad Alkatiri.

Bukan hanya itu, seorang warga dikabarkan tewas dalam aksi baku lempar antara pengungsi Obrigado Barak dan warga dari luar kamp pengungsian. Aksi baku lempar yang terjadi tak jauh dari Markas Besar UNMIT itu menodai aksi damai yang diprakarsai massa pemuda beberapa waktu lalu.

Perdana Menteri (PM), Jose Ramos Horta merasa sedih dan marah ketika mendapat laporan tentang kematian Missionaris Edgar Goncalves Brito. “Saya sangat sedih mendengar berita pembunuhan missionaries Edgar Goncalves Brito. Saya sudah kontak Duta Besar Brasilia, Antonio Jose e Silva untuk menyampaikan duka cita dan belasungkawa yang mendalam, baik dari saya, pemerintah dan rakyat Timor kepada keluarga Brito dan kawan-kawannya, termasuk masyarakat Brasil,” kata Horta di Dili, Senin kemarin.

Horta juga mengatakan bahwa adik perempuan korban, Elizama Goncalves Brito yang bertugas sebagai petugas medis di Rumah Sakit Nasional Guido Valadares (RSNGV) Dili menjadi saksi hidup pembunuhan sang kakak. Menurut Horta, kasus itu sedang dalam proses investigasi pihak otoritas setempat.

Edgar Goncalves Brito adalah seorang missionaries Protestan yang mengajar bahasa Portugis dan melakukan misi sosial di distrik Viqueque. Aktivitas yang dilakukan Edgar Brito di Timor Leste sebagai symbol hubungan kerjasama yang baik antara Timor Leste dan Brasil.
Kriminal Murni

Sementara itu, seorang perwira militer Australia berpangkat mayor yang enggan disebut jati dirinya dalam koran ini mengatakan kasus pembunuhan warga Distrik Bobonaro di Komoro dan pembunuhan missionaries Edgar Goncalves Brito adalah murni kriminal. “Ini bukan kasus lorosae-loromonu. Maaf saya tidak bisa memberikan keterangan detail karena ini adalah tugas polisi. Saat ini polisi sedang melakukan investigasi di TKP (Tempat Kejadian Perkara),”ujarnya.

Wakil UNMIT, Eric Tan Huck Gim dalam jumpa persnya di Markas UNMIT, Kaikoli, membenarkan adanya penemuan mayat di Komoro. “Kami baru menerima dua laporan tentang pembunuhan terhadap seorang pria di Komoro dan seorang warga Brasil di Bidau. Kedua kasus itu masih dalam investigasi,” katanya.

Acting Komisaris UNPOL Chief Superintendente Emir Bilget mengatakan untuk menurunkan aksi kekerasan di Kota Dili, polisi PBB dalam waktu singkat akan mendirikan lima pos baru masing-masing di Fatu Hada, Bebonuk, Manleuana, Matadoru, dan Tasi Tolu. Ia menambahkan konstruksi pos polisi UNPOL itu masih dalam pembangunan. Karena itu, pihaknya untuk sementara hanya melakukan patroli.
Dijemput

Berdasarkan keterangan yang dihimpun media ini di TKP (Tempat Kejadian Perkara) menyebutkan Minggu malam, dua pemuda mendatangi rumah Jose Malimesak dan mengajaknya keluar sebentar. Namun, hingga pagi hari korban belum juga kembali ke rumahnya. Tidak ada firasat buruk pada keluarga korban karena orang-orang yang mengajak korban mengaku temannya. Bahkan anak korban mengenal baik dua pemuda itu.

Mula-mula ayah delapan anak itu dilihat para siswa SMU 10 Desember dan warga setempat. Akhirnya, dalam waktu singkat berita itu tersebar di seluruh wilayah kota Dili. Kabar itu secepatnya dilaporkan kepada polisi PBB.

Banyak kalangan mengutuk perbuatan itu karena menodai aksi damai yang digelar massa pemuda beberapa waktu lalu. Namun, kalangan pemuda yang menginginkan kedamaian tidak ingin terpancing dengan kejadian itu. Mereka mengutuk perbuatan itu dan meminta kepada pihak berwenang untuk mengusut kasus tersebut hingga tuntas.

Xefi Aldeia Aimutin, Higinio da Costa Nunes menuturkan bahwa dirinya terkejut saat mendengar kabar bahwa salah seorang warga Aimutin tewas di dekat Merkado Comoro. Ia pun langsung menuju ke TKP untuk melihatnya dengan mata kepala sendiri. Ternyata, begitu dilihat bukan warga Aimutin, tetapi tetangga. Ia juga meminta kepada pemuda Aimutin untuk tidak terpancing dengan aksi itu.
“Lambat-laun para pelaku akan ditangkap polisi PBB karena pelaku dikenal baik oleh anak korban,” katanya. (STL/rudy riwukaho)






Hillsong United Dukung Gerakan Doa Pemuda Global SHOCKWAVE


Kristiani Post - Youth pastor dari Hillsong Youth di Australia telah mengekspresikan dukungannya untuk peristiwa doa pemuda global mendatang yang didedikasikan untuk 200 juta umat Kristiani yang teraniaya.

"Saya hanya ingin mengatakan kalau kamu harus terlibat dalam SHOCKWAVE pada 2 Maret 2007," kata Phil Dooley Kamis lalu melalui siaran video. "Apa yang kami minta hanyalah agar semua orang berkumpul bersama dan berdoa bersama dengan kawan-kawan anda, di kelompok-kelompok pemuda kami, atau kamu sendiri.

"Hei, mari jadi orang yang serius mengenai iman kita dan membantu dan mendukung mereka yang berada dalam situasi sulit saat ini. Kita bisa melakukannya hanya dengan berkumpul pada 2 Maret untuk SHOCKWAVE dan berdoa dan percaya ombak goncangan akan keluar ke seluruh penjuru dunia kita dan berdampak dan menguatkan mereka yang imannya dalam pencobaan saat ini."

Ribuan orang di seluruh dunia akan berdoa untuk sekitar 200 juta orang Kristiani yang menderita karena iman mereka selama doa nonstop untuk dunia Muslim pada 2-4 Maret. Acara doa pemuda tiga hari itu diatur oleh Underground, ministry pemuda dari Open Doors dan akan menjadi tahun kelima bagi SHOCKWAVE.

"Saudara dan saudari kita sudah mengatakan kepada kita apa yang mereka butuhkan. Pertama, dan yang paling penting, mereka memohon kita untuk berdoa!" kata Brother Andrew, pendiri Open Doors dalam sebuah pernyataan.

"Hal itu sama dengan pelayanan saya yang sudah limapuluh tahun lamanya; kemanapun saya pergi untuk menguatkan saudara dan saudari kita, mereka selalu meminta doa…doa adalah bagian kritis dari pekerjaan Open Doors…doa menghubungkan kita dengan tubuh. Doa menolong kita mengidentifikasi mereka yang menderita dan berjuang sebagai orang Kristiani di saat-saat sulit. Doa membawa masalah-masalah ini menjadi satu sumber yang benar-benar dapat membawa perubahan," kata Brother Andrew.

SHOCKWAVE akan dimulai di Selandia Baru dan bergerak di sepanjang zona waktu dan "melewati halangan-halangan buatan manusia dan zona-zona buntuk, secara harafiah benar-benar menutupi dunia dalam doa," jelas Open Doors Inggris.

Remaja dari Selandia Baru, Australia, Indonesia, Afrika Selatan, Swiss, Italia, Norwegia, Kamerun, Rumania, Inggris Raya, Irlandia, Amerika Serikat dan Brasil berpartisipasi dalam SHOCKWAVE 2006. Di Perancis, sekitar 100 kelompok terlibat sementara di Namibia tiga sekolah berkumpul untuk berdoa dengan total 1.200 "pejuang doa".

"Doa benar-benar sangat dibutuhkan untuk negara-negara seperti Korea Utara, yang tetap teratas dari World Watch List Open Doors selama empat tahun berturut-turut," menurut rilis berita Open Doors Inggris. "Korea Utara diikuti Kerajaan Islam Arab saudi berada di tempat kedua sementara Iran, Somalia dan Maldives di belakangnya."

Menurut Open Doors Inggris, Irina Ratushinskaya, yang adalah tahanan di sebuah kamp penjara Soviet selama tujuh tahun, dia mengalami kekuatan langsung dari doa dan menulis: "Percayalah kepada saya, seringkali terjadi: dalam sel isolasi, pada waktu musim dingin tiba-tiba ada perasaan sukacita dan kehangatan - kata kasih yang tidak dapat diucapkan. Dan pada saat saya tidak bisa tidur, duduk menghadap sebuah tembok beku - seseorang mengingat saya dan memohon di hadapan Tuhan saya."

Phil Togwell, UK Base Leader dari 24-7 Prayer, memberi kesaksian: "Dalam kotak surat saya ada email dari seorang sahabat saya. Dia tinggal bersama istri dan kedua anaknya di sebuah negara yang sangat beresiko untuk mengakui kamu seorang Kristiani, dan dia meminta saya untuk berdoa. Mereka berusaha bertemu dengan orang Kristiani lain, tapi orang akan dipenjara kalau melakukan ini. Saya menemukan ini sangat sulit untuk dibayangkan, tapi itu sangat nyata, sangat nyata."

"Di penjuru dunia, umat Kristiani dipenjara dan dipukuli dan disiksa, dan bahkan dibunuh, hanya karena mereka mengasihi Yesus. SHOCKWAVE mengingatkan kita akan perlunya kita berdoa untuk Gereja Teraniaya, dan juga memperlengkapi kita dengan sesuatu untuk dilakukan. Saya mendorong kamu untuk ikut terlibat." Untuk informasi lebih lanjut kunjungi: www.odshockwave.org

(Jennifer Riley : Koresponden Kristiani Pos)

Saturday, November 25, 2006

INTROSPEKSI

PIKIRAN

Setiap perbuatan atau tindakan yang kita lakukan,itu adalah hasil dari apa yang kita pikirkan. Ingat,pikiran negatif yang melintasi benah hati kita bukanlah suatu dosa. Namun, kalau kita membiarkan dan memendam pikiran itu ada di dalam hati kita atau mewujudkannya dalam tindakan yang negatif, maka muncullah dan jadilah dosa. Dan perlu diperhatikan upah dosa ialah maut.

Untuk itu yang Tuhan inginkan dalam kehidupan kita sehari-hari supaya perlu menawan dan melawan setiap pikiran negatif tersebut dan segerah berserah kepada Tuhan karena hanya didalam Tuhan Saudara dapat melawan semuanya itu.

Kami percaya lewat pergaulan kita kepada Tuhan, maka setiap pikiran-pikiran kita tidak terarah lagi pada hal-hal yang negatif. Untuk itu apabila saat ini, ada pikiran-pikiran yang negatif, yang salah dimata Tuhan, mohon pengampunan dan jamahan dariNYA supaya pikiran kita diubahkan menjadi pikiran Kristus.

Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus ? II Korintus 10:5B, Tuhan Yesus memberkati. (GOTN)

Friday, November 24, 2006

HUTAN MUTIS YANG TERBAKAR, DAERAH ALIRAN SUNGAI MERANA

Oleh: Dr.Ir. L. Michael Riwu Kaho, M.Si *)

SELAMA beberapa hari terakhir, beberapa media massa lokal menyuguhkan berita menarik tentang hutan Mutis, lebih tepat adalah hutan Cagar Alam (CA) Mutis yang terbakar. Saya sungguh tidak tahu apakah kita merasa terusik atau tidak terusik dengan berita itu. Ada paradigma umum dalam pemberitaan pers di Indonesia, yaitu good news is bad news. Taruh kata paradigma ini benar maka seharusnya berita tentang terbakarnya hutan CA Mutis adalah bad news yang good news. Lantas, apakah dengan demikian berita tentang terbakarnya Mutis menjadi komoditas berita yang booming. Tidak juga. Kebanyakan kita mungkin lebih menyibuKkan diri dengan berita tentang isu Pilwakot (mudah-mudahan jangan menjadi pilih wajah kotor) Kupang, Rapimnas Golkar, Kedatangan Cowboy dari Amerika Serikat George W Bush ke Indonesia, isu tentang pertikaian Presiden SBY dengan Wapres tercinta JK atau tentang dana Silpa. Semua pokok berita tersebut adalah berita-berita hangat dan laris. Bahkan mungkin kalah heboh dibandingkan dengan berita tentang Joy Tobing, Baim ex Ada Band tebar pesona dan berita lain tentang para selebritis yang suka jual tampang dan sensasi itu. Baiklah kita sudahi dulu ungkapan palese minta perhatian seperti itu. Anggap saja kurangnya perhatian tentang kebakaran Mutis sebagai tantangan bagi semua pemerhati dan pencinta lingkungan hidup untuk terus berjuang bagi penyadaran umum tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup dan sumberdaya. Bukan karena apa-apa, tetapi karena memang di situlah setiap orang hidup dan berkehidupan. Kita kembali saja kepada kasus kebakaran Hutan CA Mutis.

Kekhawatiran terhadap degradasi ekosistem Mutis sudah menjadi wacana seluruh elemen terkait baik pada tingkat lokal, regional maupun nasional, salah satunya adalah Forum Daerah Aliran Sungai Nusa Tenggara Timur. Melalui kerjasama Forum DAS NTT dengan WWF Indonesia Program Nusa Tenggara, sudah mencoba melakukan kajian-kajian strategis terhadap seluruh potensi sumberdaya dan kebijakan dalam pengelolaan DAS Benenain Noelmina, sehingga pada tanggal 28-29 Juni 2006 dilaksanakan workshop pengelolaan terpadu DAS Benain Noelmina di Kupang yang melibatkan seluruh unsur terkait mulai dari DPRD NTT, Pemerintah Provinsi NTT, Perguruan Tinggi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Rohaniawan, tokoh adat, masyarakat hulu, tengah dan hilir, LSM, PDAM, perwakilan dari Departemen Kehutanan dan Departemen Pekerjaan Umum. Tulisan ini merupakan pengantar awal dari seluruh rangkaian tulisan yang dipublikasikan untuk mencoba mengangkat persoalan mendasar yang terjadi pada seputaran DAS Benenain Noelmina. Para penulis selanjutnya merupakan tim risetyang terlibat dalam penyusunan konsep pengelolaan terpadu DAS Benenain Noelmina, berasal dari berbagai latar belakang ilmu dan institusi yang terhimpun dalam Forum DAS NTT.

Hutan Indonesia tampaknya sudah menjadi pelanggan rutin bencana kebakaran. Bahkan, karena terlalu seringnya kebakaran maka setiap bencana lalu terasa sebagai suatu rutinitas belaka. Bahkan malu karena ekspor asap ke negara tetangga mudah berlalu seperti asap saja. Bagaimana dengan di Nusa Tenggara Timur. Wah, kalau soal kebakaran maka NTT bukan lagi pelanggan kebakaran tetapi sudah menjadi produsen kebakaran. Jikalau meminjam istilah di kalangan pers maka NTT tampaknya sudah merupakan bagian dari konglomerat penerbit kebakaran yang hoffklass atau kelas wahid. Mana ada lahan yang tidak dikelola dengan tanpa api? Mudah sekali menemukan kebakaran lahan di NTT begitu selesai musim hujan dan memasuki awal kemarau. Dahulu kala, orang membakar hanya untuk mempersiapkan lahan menjelang musim hujan. Lalu, alasan itulah yang kita dengar jika terjadi kebakaran kapan saja. Pertanyaannya adalah, lahan apa yang mau dibuka di awal musim kemarau. Mau bertanam, airnya dari mana? Memangnya air dari kencing sapi? Maka tidak ada nalar lain bahwa api pada awal kemarau pasti digunakan tidak untuk mempersiapkan lahan. Di Australia, orang Aborigin membakar lahan mereka justru di awal kemarau agar supaya kebakaran dapat lebih terkendali. Tetapi itu kan di Australia. Apa alasan orang origin Timor, origin Sumba dan origin Flores serta origin-origin lain di NTT membakar lahan?. Ada alasan lain pembakaran, yaitu membakar untuk padang penggemba-laan, membakar untuk berburu, membakar karena konflik dan ada orang yang membakar karena senang melihat nyala api. Metzner (1980) pernah menyebutkan orang NTT sebagai pengidap pyromaniac. Suatu istilah yang keren tetapi sayang sekali karena kata itu berarti gila api. Wah, keterlaluan meneer yang satu itu. Perlu dicatat bahwa semua alasan membakar lahan seperti yang diungkapkan tersebut bukan omong kosong belaka tetapi merupakan temuan dalam suatu penelitian untuk Disertasi. Pertanyaannya adalah, apakah membakar adalah melulu kesalahan?

Dalam penelitiannya di savana Ekateta, Kabupaten Kupang, Riwu Kaho (2005) menemukan fakta bahwa kebakaran lahan savana justru diperlukan savana untuk mempertahankan stabilitas ekosistemnya. Dibuktikan juga bahwa ekosistem savana adalah ekosistem yang paling stabil di daerah kering seperti di Timor dan salah satu faktor penentu stabilitas, ya itu tadi, api. Akan tetapi peneliti yang sama juga mengingatkan bahwa kebakaran yang terlalu sering dan dilakukan pada waktu yang sembarangan akan membawa dampak yang buruk. Kebakaran yang terlalu sering akan menghabiskan bahan organik tanah, menghabiskan nitrogen tanah, mereduksi daya infiltrasi air ke dalam tanah, menstimulasi terjadinya erosi, dapat menyebabkan sifat tanah menjadi sangat basa yang berbahaya bagi tanamandan dapat mestimulasi penyebaran tumbuhan gulma. Kebakaran yang dilakukan pada waktu yang sembarangan dapat memicu kebakaran lebih dahsyat dibandingkan dengan kebakaran pada saat api disulut. Dalam penelitiannya, Riwu Kaho menemukan fakta bahwa pada kebakaran yang terjadi di saat suhu udara mencapai maksimum dengan tingkat kelembaban udara yang minimum (biasanya terjadi di antara pukul 11 - 15 siang) akan menyebabkan fenomena api loncat (jumpfire), yaitu pergerakan api yang beloncatan tidak menentu. Kebakaran tipe ini terjadi karena segera sesudah disulut, api akan memiliki cuaca mikronya sendiri. Dalam keadaan ini maka, di mana saja ada bahan bakar (fuels), apakah itu rumput, daun, ranting, kayu mati dan lain sebagainya, api akan merambat ke situ. Kebakaran seperti ini bersifat sangat liar dan orang bule menyebutnya sebagai wildfire. Api liar seperti ini sangat sulit untuk dipadamkan. Inilah yang terjadi pada kebakaran di Sumatera, di Australia dan di mana saja ketika wildfire terjadi. Wildfire hanya akan padam menurut kemauannya sendiri. Anda bisa memadamkannya tetapi dengan usaha yang berlipat-lipat keras serta memakan banyak biaya dan tenaga. Sekali waktu tampak padam tetapi tiba-tiba api dapat muncul dari arah yang berlawanan tanpa disadari. Fenomena inilah yang tampaknya terjadi pada kebakaan hutan di Mutis. Saya kutip berita tentang kebakaran di Mutis sebagai berikut "...sejumlah warga yang ikut memadamkan api mengaku harus pontang panting karena nyala api bisa muncul di mana-mana sehingga sangat sulit dipadamkan" (Pos Kupang, 16 November 2006).

Kita cukupkan dulu pembahasan tentang fenomena kebakaran. Lain kali disambung lagi karena ceritera tentang api masih amat sangat banyak. Tunggu saja. Sekarang kita tengok, apa sesungguhyna alasan orang membakar lahan. Sepintas kita telah mengetahuinya barang sedikit di bagian depan, yaitu untuk membuka lahan, memelihara padang penggembalaan, berburu, kesenangan, dan lain sebagainya. Akan tetapi hal-hal tersebut bukanlah akar pesoalan. Pengalaman bergaul dengan masyarakat pembakar savana di Ekateta dan kemudian menghitung-hitung beberapa variabel mengajarkan kepada Riwu Kaho (2005) bahwa orang membakar karena alasan ekonomi dan budaya. Ada 2 alasan ekonomis, yaitu api meru-pakan bentuk substitusi tenaga kerja dan substitusi pupuk. Alasan budaya peng-gunaan api ditemukan pada fakta bahwa api adalah warisan tradisi yang merupakan jati diri. Api adalah sarana pencucian jiwa. Pada titik ini, Poerwanto (2005, mengutip Kartodirdjo, 1979) memper-ingatkan bahwa sebagian besar masyarakat di pedesaan Indonesia mengalami 2 macam sindroma, yaitu sindroma kemis-kinan dan sindroma enersia. Poerwanto lalu mempertautkan kedua macam sindroma tersebut menjadi satu macam saja, yaitu sindroma kemiskinan dengan asumsi bahwa kedua macam sindroma tersebut selalu berada dalam hubungan sebab akibat yang bersifat dua arah. Sindroma kemiskinan termanifestasi dalam bentuk rendahnya tingkat produktivitas, pengangguran,kurang gizi, tingkat kematian bayi tinggi, tingkat pendidikan rendah termasuk tingginya tingkat buta huruf. Sedangkan sindroma enersia tampak dari sikap fatalisme, passivisme, rasa saling ketergantungan yang tinggi, kehidupan serba mistik dan lain sebagainya. Dalam kerangka pikir teori ini, maka dapat diajukan suatu hipotesis bahwa kebakaran lahan yang terjadi berulang dan sembarang di NTT adalah manifestasi dari sindroma kemiskinan dan enersia itu. Seandainya petani di Mutis cukup kaya maka mereka dapat menyewa tenaga kerja yang banyak sehingga api tidak perlu digunakan. Jika mereka tidak miskin maka pupuk dapat terbeli oleh mereka. Jika mereka tidak pasif maka pasti ada cara lain dalam mengelola lahan pertanian mereka yang tidak semata-mata menggunakan api. Kalaupun mereka mengunakan api, maka mungkin akan sama dengan rekan petani mereka yang kaya di negerinya tuan Geroge W. Bush, mereka akan menggunakan metode prescribed fire. Lalu, janganlah mereka ditakut-takuti lagi dengan ceritera bahwa kebakaran terjadi karena alam Mutis murka. Hal ini akan semakin membe-namkan mereka pada situsi kelembaman mistik yang pekat. Tidak, kebakaran bukan karena alam Mutis murka tetapi karena penggunaan api yang sembarang dan tidak memperhitungkan konsekuensi ekologis dari kesemberonoan itu.

Hutan Mutis terbakar sudah. Rahim Benenain-Noelmina menangis sudah. Apa kaitan antara Hutan CA Mutis dan Sungai Benenain-Noelmina. Ah, tempo hari ketika pergi ke Fatumnasi kami lihat hubungan keduanya baik-baik saja. Teta-pi kabarnya sekarang hubungan kedua-nya korslet beraat boss. Betapa tidak. Tegal perkara hutan CA Mutis dirambah dan dibakar maka orang di Belu dan Be-na menangis karena banjir. Di awal ta-hun 2006 dua kali banjir bandang melan-da Belu dan airnya diduga berasal dari hulu sungai di Mutis. Tetapi, sebaliknya, ketika orang di Bena dan Belu tingkat ekonominya lebih baik maka orang di Mutis hidup susah karena hutannya tidak boleh diapa-apakan karena merupakan daerah cagar alam. Ah, ada apa pula ini, kata si Poltak Raja Minyak....

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utamanya (single outlet). Satu DAS dipisahkan dari wilayah lain di sekitarnya (DAS-DAS lain) oleh pemisah dan topografi, seperti punggung perbukitan dan pegunungan. Seorang pakar hidrologi hutan (Asdak, 2002) mengatakan bahwa DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan dimaksud dinamakan sebagai daerah tangkapan air yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur-unsur utama adalah sumberdaya alam(tanah, air dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam. Dari batasan ini maka dapatlah dideskripsikan bahwa Gunung Mutis dan sekitarnya adalah gunung yang menampung air, Benenain dan Noelmina adalah penyalur air dalam bentuk sungai dan ka-wasan di Belu Selatan dan Bena, TTS adalah daerah dekat laut sebagai muara sungai. Dalam konsep DAS, kawasan Mutis disebut sebagai hulu DAS (up stream) dan Bena serta Belu Selatan adalah hilir DAS (down stream).

Karena hubungan seperti yang baru diuraikan dan karena air mengalir dari atas ke bawah mengikuti gradien gravitasi maka dapat dimengerti jika sesuatu yang terjadi di hulu DAS akan menentukan apa yang terjadi di hilir. Sebaliknya, dalam keadaan yang biasa-biasa saja, jarang terdengar bahwa apa-apa yang terjadi di hilir akan mempengaruhi kondisi di hulu. Jadi, memang sudah dari sono-nya orang hulu selalu diminta berhati-hati sedangkan orang di hilir boleh lebih kurang berarti. Mau bukti? Kebakaran yang mungkin terjadi di hutan kateri di Belu (hilir) tidaklah semenarik kasusnya jika dibandingkan dengan kebakaran di Mutis sebagai daerah hulu. Karena orang hulu akan menjadi takut mendapat banjir. Banjir kiriman katanya. Ketika terjadi bencana banjir maka orang hilir menderita sambil menjerit...orang hulu suda bekin susah kitong samua. Akan tetapi batul bagitu ko?

Dalam model normal, maka anggapan bahwa kerusakan ekosistem di hulu menyebabkan kerugian di hilir adalah benar adanya. Kerusakan di bagian hulu DAS akan memicu erosi dan sedimentasi sehingga daya tampung sungai akan aliran air berkurang sehingga mu-dah terjadi banjir. Kerusakan di hulu akan menyebabkan air larian meningkat sehingga semakin besar jumlah air yang harus ditampung oleh sungai. Pokoknya, kerusakan di hulu akan mengakibatkan penderitaan di bagian hilir. Akan tetapi keadaan untung rugi kawasan hulu-hilir tidak semata seperti itu. Karena erosi dan sedimentasi maka tanah di bagian hilir DAS umumnya lebih subur sehingga produktivitas pertanian lebih baik. Masyarakat di bagian hilir memiliki kesempatan berusaha yang lebih luas. Menjadi petani oke saja. Bosan bertani maka jadi petambak ikan ya oke-oke juga. Sementara itu, orang di hulu lebih terbatas. Karena rona vegetasi hulu adalah hutan, apalagi hutan CA seperti di Mutis, maka orang hulu hanya bisa "menonton" kawasan hutan yang ada. Bergerak sedikit saja di dalam kawasan hutan akan dituduh sebagai perambah. Akibatnya, dalam sistem ekonomi masayarakat hulu-hilir, adalah masyarakat hulu yang lebih miskin. Hal ini terbukti dari hasil penelitian tim Forum DAS NTT yang menemukan fakta bahwa ternyata tingkat pendapatan masyarakat di hilir Benanain-Noelmina lebih tinggi dibandingkan dengan masayarakat di hulu. Maka, orang di hulu DAS mangomel : kitong yang jaga utan dorang di hilir yang kaya. Pung enak laiiii!!!

Begitulah, tuding menuding antara masyarakat hulu dan hilir selalu terjadi. Bagai-mana mendamaikannya. Adagiumnya jelas, yaitu kalau semua baik-baik saja maka pertengkaran tidak akan ada. Persoalannya ada-lah bagimana membuat se-muanya baik-baik saja dalam keadaan seperti yang telah diuraikan? Jawabannya ada-lah harus ada sistem pengelolaan DAS yang terpadu. Pengelolaan DAS (PDAS) adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Hubungan timbal balik antara SDA dan SDM sangat penting karena SDM akan menentukan rona SDA. Sementara itu, pengertian pengelolaan DAS terpadu adalah proses formulasi dan implementasi suatu kegiatan yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam dan manusia dalam suatu DAS dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan di dalam dan sekitar DAS, termasuk untuk mencapai tujuan sosial tertentu. Pengelolaan DAS terpadu dilakukan melalui pendekatan ekosistem yang dilaksanakan berdasarkan prinsip "satu sungai, satu rencana, satu pengelolaan" (one river, one plan, one management -- teman-teman di Forum DAS NTT menyebutnya sebagai wawan) de-ngan memperhatikan sistem pemerintahan yang desen-tralistis sesuai jiwa otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Satu sungai (dalam arti DAS) merupakan kesatuan wilayah hidrologi yang dapat mencakup bebe-rapa wilayah administratif yang ditetapkan sebagai satu kesatuan wilayah pengelolaan yang tidak dapat dipisah-pisahkan; Dalam satu sungai hanya berlaku Satu Rencana Kerja yang terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; Dalam satu sungai diterapkan Satu Sistem Pengelolaan yang dapat menjamin keterpaduan kebijakan, strategi perencanaan serta operasionalisasi kegiatan dari hulu sampai hilir.

Jelas sudah bahwa konflik kewilayahan antara daerah hulu-hilir, antar kabupaten (jika aliran sungainya bersifat lintas kabupaten, antara provinsi (jika aliran sungainya bersifat lintas provinsi), dan bahkan lintas negara (jika aliran sungainya bersifat lintas negara) hanya dapat direduksi jika ada penlolaan DAS secara terpadu. Pengelolaan DAS dengan cara ini mudah diucapkan tetapi sangat sulit dipraktekkan. Untuk memudahkan orang dalam menyusun PDAS terpadu, dan dengan demikian praktek PDAS terpadu menjadi lebih mudah harus memenuhi beberapa persayaratan, yaitu harus tedapat suatu sistim pangkalan data (data base) yang diakui validitas dan reliabilitasnya secara bersama-sama (multipihak) serta harus ada kriteria dan indikator yang jelas dalam pengelolaan sehingga semua pihak dapat memiliki alat ukur yang sama untuk mengatakan bahwa: oh...iya...kita sudah maju dan berhasil sampai di sini dan belum begitu baik di sana....Pangkalan data yang dimiliki harus disusun atas beberapa aspek penting, yaitu aspek kebijakan dan peraturan perundangan, tata ruang, eko-nomi kawasan, sosial, budaya, dan kelembagaan, lahan dan sumberdaya mineral, pertanian, perkebunan,dan peternakan, kehutanan dan sumberdaya air. Lantas, berbasis aspek-aspek dalam data base itulah sistem kriteria dan indikator dikembangkan. Gampang ko? Susah ko?

Susah dan gampang dalam penyusunan Pengelolaan DAS Terpadu adalah suatu perkara yang relatif tetapi ada satu hal yang dipastikan bah-wa pekerjaan ini membutuhkan waktu dan komitmen se-mua pihak untuk duduk, ber-bicara, berpikir dan menulis-kan sesuatu secara bersama dan sinergis. Pembaca yang budiman, kawan-kawan di Forum DAS NTT akan berba-gi ceritera bersama Anda tentang suka duka penyusunan rencana Pengelolaan DAS Terpadu yang dikerjakan hampir sepanjang tahun 2006 ini. Bukan sekedar berceritera tentang proses tetapi juga me-reka akan berbagi ilmu ten-tang apa-apa yang telah diha-silkan. Mereka bekerja keras. Sangat keras, dengan reward yang sebenarnya kurang pantas untuk dibicarakan. Walaupun begitu mereka berkeyakinan bahwa sesuatu yang baik pasti akan disertai dan diberkati oleh Tuhan yang Maha Esa. Dan inilah reward yang sejati. Se-moga, di akhir sharing, Anda mendapatkan sesuatu yang bermanfaat dan mau bergabung dalam pekerjaan yang baik ini. Karena sesungguhnya seluruh permukaan bumi ini adalah sistem DAS itu sendiri. (PK)

*) Ekolog Undana, Senior GMKI Cabang Kupang