Sunday, November 19, 2006

Paus Mengecam Penggunaan Agama Sebagai Alasan Kebencian


VATICAN CITY (AP) - Paus Benediktus XVI mengatakan agama tidak boleh digunakan untuk membenarkan kebencian dan kekerasan.

"Semoga Yang Abadi, Bapa kita di surga, memberkati setiap usaha untuk membasmi setiap penyalahgunaan agama di dunia kami sebagai alasan kebencian atau kekerasan," kata Benediktus kepada delegasi Anti-Defamation League, sebuah kelompok AS yang berjuang melawan rasisme dan anti Yahudi.

Komentar itu muncul satu bulan setelah pidato Benediktus di sebuah universitas Jerman yang memercikkan kemarahan di dunia Muslim saat dia mengutip sebuah teks jaman pertengahan yang mengkarakterisasikan pengajaran Islam berkaitan dengan pedang.

Sejak kotbah itu - yang menimbulkan tentangan dalam rencana kunjungannya ke Turki bulan depan - Benediktus menyatakan penyesalan atas komentarnya yang mengganggu umat Muslim.

Ia menekankan bahwa kutipan itu tidak merefleksikan opininya sendiri, dan dilontarkan sebagai undangan dialog yang jujur antara kedua agama.

Benediktus mengulangi lagi permintaan itu dalam pertemuannya dengan ADL, Kamis, mengatakan hubungan Yahudi dan Katolik lebih berkembang tahun-tahun terakhir ini, sebagai awal "perbincangan yang lebih terbuka mengenai tema-tema agama" yang sebelumnya terlalu bersifat sementara.

"Tepat pada level pertukaran dan dialog yang jujur ini dapat kita temukan dasar dan motivasi untuk sebuah hubungan yang solid dan berbuah," katanya.

Tujuan dialog seperti itu, katanya, "untuk membangun hubungan yang tidak hanya ada toleransi tapi benar-benar berdasarkan rasa hormat yang tulen."

Abraham Foxman, direktur ADL menyatakan kelompoknya mendukung hasrat Benediktus akan adanya dialog antariman yang jujur, terutama berkaitan hubungan dengan Muslim.

"Jika kita benar-benar merasa iman kita satu-satunya yang benar, bagaimana bisa kita berdialog? Jawabannya adalah kita harus percaya punya sebuah kebenaran, bukan kebenaran. Selama kita percaya kita dapat menghormati kebenaran-kebenaran lain," kata Foxman kepada The Associated Press dalam sebuah wawancara telepon seusai pertemuan. "Dialog inilah yang harus kita punyai, baik Yahudi atau Kristiani, dengan Muslim."

Dalam kotbahnya, paus juga mengulangi kecamannya terhadap anti-Semit (Yahudi, red), mengatakan "gereja menyesalkan setiap bentuk kebencian atau penganiayaan terhadap orang Yahudi dan semua yang menampilkan anti Semitisme kapanpun dan dari manapun."

Foxman berkata dia minta Benediktus untuk menjadi "suara yang tegas, konstan melawan anti Semitisme," menambahkan paus merespon secara pribadi: "Saya selalu bersedia untuk menjadi suara melawan anti Semitisme." (Kristiani Post)

Paus Serukan Usaha untuk Memerangi Kelaparan


VATICAN CITY (AP) - Paus Benediktus XVI mengemukakan pada hari Minggu ratusan juta orang di seluruh dunia tidak punya cukup makanan dan itu adalah skandal yang harus diselesaikan dengan perubahan cara konsumsi dan sumber-sumber distribusi yang lebih adil.

Berbicara dari jendela studionya yang memandang Lapangan St. Petrus, Benediktus mencatat bahwa Organisasi Makanan dan Agrikultural PBB yang bermarkas di Roma baru-baru ini melaporkan lebih dari 800 juta orang kekurangan gizi dan banyak orang, terutama anak-anak, mati karena kelaparan.

Agen PBB itu dalam laporannya akhir bulan lalu mengatakan bahwa 10 tahun setelah pemimpin global bertekad mengurangi setengah kelapran di dunia, hampir tidak ada kemajuan yang telah dibuat.

Benediktus menyerukan usaha "untuk memusnahkan penyebab-penyebab struktural yang mengikat sistem ekonomi yang memerintah dunia, yang menjadikan sebagian besar sumber-sumber planet ini minoritas bagi populasi (Bumi)." Paus menggambarkan situasi tersebut sebagai "ketidakadilan."

"Untuk membuat dampak skala besar, sangat perlu untuk mengubah model pembangunan dunia," kata paus. "Bukan hanya skandal kelaparan yang menuntut, namun juga krisis lingkungan dan energi."

Paus juga mengatakan setiap orang harus menghadapi permasalahan ini.

"Setiap orang dan setiap keluarga dapat dan harus berbuat sesuatu untuk menangkal kelaparan di dunia, mengadopsi gaya hidup dan konsumsi yang sama dengan menjaga keselamatan ciptaan," kata Benediktus.

Benediktus mendesak orang beriman untuk bergagung bersamanya "mengkomitmenkan diri kita secara konkrit untuk mengalahkan kelaparan" dan mempromosikan keadilan dan solidaritas. (Kristiani Post)

Gereja ikut bertanggung jawab terhadap penyelewengan pembangunan

Ketua Umum PGI, Pdt. Dr. A.A. Yewangoe, saat menyampaikan materi, Gereja, Kemiskinan dan Korupsi di Indonesia, dalam Kongres Nasional XXX GMKI, di Aula Badan Diklat Propinsi NTT, Senin (6/11), Mengatakan dalam sejarah gereja ada kecenderungan melihat kemiskinan sebagai cita-cita, sebab bukankah Allah memihak mereka? Yang dimaksudkan justru menjadi kenyataan, bahwa orang-orang miskin tidak dapat membela diri sendiri untuk keluar dari kemiskinannya. Maka Allah berdiri di pihak mereka dan membela kepentingan mereka. Allah tidak saja menerapkan iustitia distributiva tetapi juga iustitia creativita.

“Sebagaimana kita ketahui, pembangunan yang mestinya membebaskan rakyat Indonesia dari kemiskinan dan keterbelakangannya itu telah berubah menjadi ideologi pembangunan yang melestarikan kekuasaan yang penuh dengan KKN. Tidaklah salah kalau gereja-gereja ikut bertanggung jawab di dalam penyelewengan pembangunan yang tidak mencerminkan keadilan dan kesejahteraan itu. Kendati secara fisik kita berhasil membangun di mana-mana, tetapi secara mental spiritual kita mengidap kemiskinan jenis baru yakni kemiskinan rohani.” jelas Yewangoe.

Menurut Yewangoe, penyelesaian persoalan kemiskinan yang selama ini bersifat karitatif melalui tugas diakonia tidak lagi memadai. Di dalam diakonia karitatif, katanya, yang dihadapi hanyalah korban-korban pemiskinan, sementara akar kemiskinan yang terletak dalam struktur masyarakat tidak pernah disentuh. Untuk itu, katanya, yang dibutuhkan adalah pelaksanaan tugas diakonia transformatif.

“Dalam melaksanakan tugas itu, struktur-struktur masyarakat yang bersifat menindas dan memiskinkan itu harus dihantam.Tentunya ada konsekwensi logis, misalnya kemungkinan adanya benturan dengan kekuasaan dan lainnya,” tegas Yewangoe.

Sehingga Untuk mengatasai hal itu, menurut Yewangoe, gereja harus terus menerus mempromosikan pemahaman teologi yang mengarahkan orang kepada kehidupan masa kini tanpa melupakan kehidupan masa yang akan datang.

“Gereja seharusnya jadi pioneer dalam hal persoalan penanggulangan kemiskinan, dengan keteladanan-keteladanannya. Bahkan gereja dapat memelopori berbagai temuan guna menghapuskan kemiskinan, namun fungsi gereja tidak berubah menjadi LSM. Gereja adalah tetap gereja yang bertugas memberitakan kemurahan dan kasih Allah kepada umat manusia. Menyangkut korupsi, gereja dapat membantu dengan terus menerus menyuarakan penghapusannya melalui khotbah dan pemberitaan. Tetapi harus diingat jangan sampai di dalam gereja sendiri terjadi korupsi besar-besaran. Lalu tidak diusut karena dianggap kurang pantas dan “tidak gerejawi”,” tambah Yewangoe.

Piet Tallo: Aktivis GMKI harus jaga Jati diri


Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Piet A Tallo, S.H, meminta para aktivis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) untuk tetap menjaga jati diri. Sebab ini merupakan prasyarat penting untuk menjadi pemimipin andal masa depan.

“Saya minta semua aktivis GMKI tetap menjaga jati diri sebagai seorang aktivis yang profesional sehingga bisa
menjadi pemimpin masa depan yang handal,” tutur Tallo saat membawakan makalah dengan tajuk Implementasi Otonomi Daerah di Propinsi NTT dalam kegiatan Kongres XXX GMKI di aula Pendidikan dan Latihan (Diklat) Propinsi NTT, Selasa (7/11).

Gubernur Tallo mengatakan, sebagai organisasi kader, aktivis GMKI harus mempersiapkan diri secara matang dengan mengikuti pola pengkaderan organisasi GMKI secara baik.

Dalam proses pembangunan di Propinsi NTT, lanjut Tallo, juga salah seorang mantan aktivis GMKI, harus tetap mengedepankan pendekatan budaya dalam menyelesaikan persoalan pembangunan. “Dalam menyelesaikan suatu persoalan pemerintah selalu bersikap adil. Kita tidak pernah melihat latar belakang suku, agama dan asal seseorang dalam menyelesaikan suatu persoalan,” tegas Tallo..

Dalam otonomi daerah dengan berbagai regulasi ikutannya,jelas Tallo, ternyata berdampak dan ikut menimbulkan persoalan baru di daerah karena banyak muncul penguasa baru di daerah yang mengatur pemerintahan secara ‘sesuka hati’.

“Karena merasa memiliki otonomi muncullah raja-raja kecil di daerah yang mengatur pemerintahan sesuka hati. Raja-raja kecil ini yang selalu bikin masalah di daerah,” tegas Tallo.

Hari kedua kegiatan Kongres XXX GMKI di Kupang berlangsung meriah. Dimana para delegasi dari berbagai daerah di Indonesia itu begitu antusias mendengar materi – materi para pemakalah dengan dengan dipandu moderator Sihar M. Gurning, salah satu Pengurus Pusat GMKI.

Goklas Nababan, Ketua Umum GMKI Terpilih 2006-2008

Setelah terjadinya perbedaan persepsi antara Pengurus Pusat dan Cabang-cabang mengenai Angaran Dasar dan Angaran Rumah Tangga GMKI tentang criteria Ketua Umum dan bahkan sempat menemui jalan buntu (deadlock) pada hari Minggu (12/11), Kongres XXX GMKI di aula Balai Diklat Propinsi NTT di Kupang, Senin (13/11), akhirnya berhasil memilih Goklas Nababan dari GMKI Cabang Bogor sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) untuk masa tugas 2006-2008.

Dalam sidang pemilihan itu, Nababan mengumpulkan 30 suara mengalahkan Sustrisno Pangaribuan dari Cabang Medan yang hanya memperoleh 9 suara dalam pemilihan yang diikuti 53 dari 55 cabang GMKI. GMKI Cabang Manado dan Tomohon tidak memberikan hak suara karena utusan dari dua daerah itu telah meninggalkan arena kongres lebih awal.

Dalam sidang pemilihan yang dipimpin pengurus pusat GMKI, Hendrik Taisuta itu, 13 suara menyatakan abstain dan satu surat suara dinyatakan tidak sah. Dengan meraih dukungan 30 suara itu, majelis sidang menetapkan Goklas Nababan sebagai Ketua Umum PP GMKI.

Sidang pemilihan ketua umum itu dilakukan setelah Janes Manurung, salah satu kandidat ketua umum yang berasal dari Cabang Medan mengundurkan diri dari bursa calon. Pada sidang pemilihan bakal calon, Minggu (12/11), Manurung memperoleh dukungan terbanyak yakni 23 suara, namun mendapat protes dari sebagian peserta yang menilai figur ini tidak pantas menjadi calon Ketua Umum GMKI, hingga sidang pemilihan menemui jalan buntu.

“Pengunduran diri Janes Manurung disampaikan secara lisan kepada pimpinan sidang,” ungkap Goklas Nababan usai terpilih sebagai Ketua Umum GMKI. Sedangkan calon dari Cabang Kupang, Lifen Seli, katanya, juga menyatakan mengundurkan diri.

Sementara itu untuk jabatan Sekretaris Umum GMKI, secara aklamasi para peserta Kongres memilih Naftali Janin dari Cabang Palangkaraya. Semula, calon sekretaris umum ada dua orang yakni Naftali Janin dan Raja dari Cabang Bandung. Namun Raja memilih mundur dari pencalonan sebelum memasuki tahap pemilihan.

Untuk mengisi 28 jabatan yang ada di PP GMKI, kata Goklas, akan ditetapkan di Jakarta.
“Formatur yang telah dibentuk hanya untuk menetapkan cabang-cabang yang akan masuk dalam struktur kepengurusan PP, sedangkan nama-nama pengurus akan digodok di Jakarta,” katanya.

Goklas mengakui, dirinya terpilih sebagai Ketua Umum GMKI setelah dua kandidat yang semula dijagokan peserta kongres memilih mundur dari pencalonan. Dikatakan, dalam kepemimpinannya akan dilakukan konsolidasi internal sehingga GMKI menjadi organisasi yang mampu membentuk kader-kader bangsa yang handal.

Kita datang untuk menang, kita berjuang untuk menang. Itus aya ucapkan ketika saya mencalonkan diri. Sekarang saya terpilih dan ke depan saya akan terus menjalankan berbagai program yang sudah maupun belum sempat diselesaikan oleh pengurus lama, seperti tanah milik GMKI di Salemba yang sudah dijual.

Selain itu tetap dilakukan penataan dan pembenahan organisasi, kaderisasi dan konsolidasi. Ini sudah menjadi harapan dari pengurus lama. Untuk pengkaderan, tetap dilakukan sesuai Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader (PDSPK) yang telah disiapkan PP GMKI 2006. Kecuali itu bersama pengurus yang baru, kami berusaha membawa perubahan dalam budaya organisasi agar ke depan, GMKI bisa lebih baik lagi.

Saya berharap semua komponen PP GMKI yang baru saling mendukung, bergandengan tangan dan lebih bekerja keras membangun konsolidasi antara daerah dan pusat agar ke depan organisasi GMKI lebih matang dalam menghadapi aneka persoalan bangsa yang kian hari kian bertambah berat.***

SEJARAH SINGKAT, VISI & MISI GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA

SEJARAH SINGKAT

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) adalah organisasi kemahasiswaan yang didirikan pada tanggal 9 Februari 1950. Namun Christelijke Studenten Vereeniging op Java (CSV) yang menjadi cikal bakal GMKI telah ada jauh sebelumnya dan berdiri sejak 28 Desember 1932 di Kaliurang. Berdirinya CSV tidak terpisahkan dengan peranan Ir. C.L Van Doorn salah seorang ahli kehutanan yang mempelajari aspek sosial dan ekonomi khususnya ilmu pertanian dan kemudian memperoleh doktor di bidang ekonomi serta dominee dibidang teologia.

Dengan adanya mahasiswa di Indonesia dan bersamaan dengan berdirinya School tot Opleiding van Indishe Artsen (STOVIA) tahun 1910-1924 di Batavia. Selain itu, berdiri juga Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) di Surabaya (1913), Sekolah Teknik di Bandung (1920), Sekolah Kedokteran Hewan di Bogor (1914) dan Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta (1924). Pada tahun 1924 terbentuklah Batavia CSV dan inilah cabang CSV yang pertama.

Kurun waktu 1925-1927 para mahasiswa di Surabaya yang tergabung dalam Jong Indie aktif melakukan penelaahan Alkitab. Kelompok ini bersama Batavia CSV mengadakan Konferensi di Kaliurang pada bulan Desember 1932. Pembicara-pembicara utama kegiatan tersebut adalah Dr. J. Leimena, Ir. C.L van Doorn dan Dr. Kraemer.

Jumlah anggota CSV op Java dalam kurun waktu 1930-an sekitar 90 orang. Cabang-cabangnya hanya baru ada di kota-kota perguruan tinggi di Jawa (Jakarta, Bogor, Bandun dan Surabaya). Walaupun “kecil dan lemah” namun keberadaan CSV op Java telah berhasil meletakkan dasar bagi pembinaan mahasiswa Kristen yang akan dilanjutkan GMKI di kemudian hari.

Sejumlah mahasiswa kedokteran dan hukum di Jakarta memutuskan untuk membentuk suatu organisasi mahasiswa Kristen. Organisasi itu untuk menggantikan CSV op Java yang sudah tidak ada. Dalam pertemuan di STT Jakarta tahun 1945, dibentuk Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKI) dengan maksud keberadaannya sebagai Pengurus Pusat PMKI. Dengan demikian Dr. J. Leimena dipilih sebagai Ketua Umum dan Dr. O.E Engelen sebagai Sekretaris Jenderal. Tetapi karena Leimena sibuk dengan tugas-tugas sebagai Menteri Muda Kesehatan, tugas-tugasnya diserahkan kepada Dr. Engelen.

Kegiatan-kegiatan PMKI tidak jauh berbeda dengan CSV op Java dengan Penelahaan Alkitab salah satu inti kegiatannya. Keanggotaan PMKI sebagian besar adalah mahasiswa yang memihak pada perjuangan kemerdekaan. Terbentuklah PMKI di Bandung, Bogor, Surabaya dan Yogyakarta (setelah UGM berdiri) segera menyusul.

Tak lama setelah PMKI lahir, awal tahun 1946 muncul organisasi baru dengan menggunakan CSV di Bogor, Bandung dan Surabaya dengan “CSV yang baru” dan tidak menjadi tandingan PMKI. Kesamaan kedua organisasi ini adalah merealisasikan persekutuan iman dalam Yesus Kristus dan menjadi saksi Kristus dalam dunia mahasiswa.

Masuknya Jepang ke Indonesia mengakhiri eksistensi CSV op Java secara struktural dan organisatoris. Pemerintah pendudukan Jepang melarang sama semua kegiatan-kegiatan organisasi yang dibentuk pada jaman Belanda. Secara prakatis CSV op Java tidak ada lagi sejak tahun 1942. Sepanjang sejarahnya, CSV op Java dipimpin oleh Ketua Umumnya Dr. J. Leimena (1932-1936) serta Mr. Khow (1936-1939). Sedangkan sekretaris (full time) dijalankan Ir. C.L Van Doorn (1932-1936).

Dengan berakhirnya pertikaian Indonesia dengan Belanda, tahun 1949 berakhir pula “pertentangan” antara PMKI dengan CSV baru tersebut. Tanggal 9 Februari 1950 di kediaman Dr. J. Leimena di Jl. Teuku Umar No. 36 Jakarta, wakil-wakil PMKI dan CSV baru hadir dalam pertemuan tersebut. Maka lahirlah kesepakatan yang menyatakan bahwa PMKI dan CSV baru untuk meleburkan diri dalam suatu organisasi yang dinamakan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan mengangkat Dr. J. Leimena sebagai Ketua Umum hingga diadakan kongres. Pertemuan tersebut merupakan pertemuan sangat penting dan suatu moment awal perjuangan mahasiswa Kristen yang tergabung dalam GMKI maka pada kesempatan itu Dr. J. Leimena menyampaikan pesan penting yang mengatakan: Tindakan ini adalah suatu tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen pada khususnya. GMKI menjadilah pelopor dari semua kebaktian yang akan dan mungkin harus dilakukan di Indonesia. GMKI menjadilah suatu pusat sekolah latihan (loershool) dari orang-orang yang mau bertanggungjawab atas segala sesuatu yang mengenai kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa Indonesia. GMKI bukanlah merupakan Gesellschaft, melainkan ia adalah suatu Gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian ia berakar baik dalam gereja, maupun dalam Nusa dan Bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari iman dan roh, ia berdiri di tengah dua proklamasi: Proklamasi Kemerdekaan Nasional dan Proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan Injilnya, ialah Injil Kehidupan, Kematian dan Kebangkitan”.

Perkembangan demi perkembangan dialami GMKI secara kontiniu dengan berdirinya beberapa cabang-cabang GMKI di berbagai wilayah Indonesia. Pergumulan demi pergumulan baik pada masa transisi kepemimpinan nasional di era Ode Lama, Orde Baru, Era Reformasi dan pada masa kini. GMKI mencoba memainkan perannya sebagai wujud semangat Nasionalisme dan Oikumenisnya.

Perubahan-perubahan tatanan organisasi baik berupa AD/ART mengalami berbagai penyempuranaan, tantangan dan pergumulan GMKI yang tertuang dalam Tema dan Sub tema dan senantiasa berubah setiap Kongres ke Kongres sesuai kondisi dan pandangan GMKI kedepan, perbaikan dan penyempurnaan sistim pendidikan kader yang tertuang dalam Pola Dasar Sistim Pendidikan Kader (PDSPK) serta format aksi pelayanan yang senantiasi dievaluasi sebagai wujud partisipasi GMKI dalam bidang eksternalnya.

Ketika diawalnya GMKI tumbuh dari kelompok-kelompok doa dan diskusi-diskusi hingga akhirnya membentuk suatu organisasi kemahasiswaan yang permanen. Kedua semangat diatas telah membawa sejarah GMKI menjadi salah satu kekuatan gerakan Pro-demokrasi dalam mewujudkan nilai-nilai demokrasi, penegakan Hukum dan HAM.

VISI DAN MISI GMKI

Visi yang ingin dicapai GMKI adalah Mewujudkan perdamaian, kesejahteraan, keadilan, kebenaran, keutuhan ciptaan dan demokrasi berdasarkan kasih di Indonesia.

Misi yang dilakukan adalah:

a. Mengajak mahasiswa dan warga perguruan tinggi kepada pengenalan akan Yesus Kristus selaku Tuhan dan Penebus dan memperdalam iman dalam kehidupan dan pekerjaan sehari – hari.

b. Membina kesadaran selaku warga gereja yang esa di tengah-tengah mahasiswa dan perguruan tinggi dalam kesaksian memperbaharui masyarakat, manusia dan gereja.

c. Mempersiapkan pemimpin dan penggerak yang ahli dan bertanggung jawab dengan menjalankan panggilan di tengah-tengah masyarakat, negara, gereja, perguruan tinggi dan mahasiswa, dan menjadi sarana bagi terwujudnya kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.

Saat ini, GMKI memiliki 66 Cabang dan 5 Calon Cabang yang tersebar di kota-kota perguruan tinggi di berbagai propinsi di Indonesia. GMKI merupakan tempat persiapan kader dengan kompetensi Keimanan, Kompetensi Keilmuan, Kompetensi Managerial dan Kompetensi Kepekaan Sosial yang dapat diaplikasikan dalam tiga medan pelayanannya yakni, Gereja, Perguruan Tinggi dan Masyarakat. GMKI juga mempersiapkan kader yang kritis dan analitis dalam mengkaji persoalan-persoalan yang terjadi baik di Gereja, Perguruan Tinggi maupun Masyarakat dan memberikan tawaran solusi terhadap masalah tersebut. Kongres Nasional XXX GMKI di Kupang, 5 - 12 November 2006 telah memilih Golkas Nababan, S.P sebagai Ketua Umum dan Naftali Hariando Jalin, S.T sebagai Sekretaris Umum Pengurus Pusat GMKI untuk masa bakti 2006-2008.

Dalam melakukan Pelayanannya, GMKI membangun kerjasama dengan beberapa institusi seperti Gereja, Universitas, LSM, MEDIA, aktif dalam KELOMPOK CIPAYUNG dan FKPI dengan berbagai program kerjasama. GMKI juga berafiliasi dengan Organisasi Mahasiswa Kristen Se-Dunia (WSCF) dan saat ini membangun jaringan dengan Perkumpulan Organisasi Kristen dalam bidang Sosial se-Asia (ACISCA).

Wilson Therik