Gereja ikut bertanggung jawab terhadap penyelewengan pembangunan
Ketua Umum PGI, Pdt. Dr. A.A. Yewangoe, saat menyampaikan materi, Gereja, Kemiskinan dan Korupsi di Indonesia, dalam Kongres Nasional XXX GMKI, di Aula Badan Diklat Propinsi NTT, Senin (6/11), Mengatakan dalam sejarah gereja ada kecenderungan melihat kemiskinan sebagai cita-cita, sebab bukankah Allah memihak mereka? Yang dimaksudkan justru menjadi kenyataan, bahwa orang-orang miskin tidak dapat membela diri sendiri untuk keluar dari kemiskinannya. Maka Allah berdiri di pihak mereka dan membela kepentingan mereka. Allah tidak saja menerapkan iustitia distributiva tetapi juga iustitia creativita.
“Sebagaimana kita ketahui, pembangunan yang mestinya membebaskan rakyat Indonesia dari kemiskinan dan keterbelakangannya itu telah berubah menjadi ideologi pembangunan yang melestarikan kekuasaan yang penuh dengan KKN. Tidaklah salah kalau gereja-gereja ikut bertanggung jawab di dalam penyelewengan pembangunan yang tidak mencerminkan keadilan dan kesejahteraan itu. Kendati secara fisik kita berhasil membangun di mana-mana, tetapi secara mental spiritual kita mengidap kemiskinan jenis baru yakni kemiskinan rohani.” jelas Yewangoe.
Menurut Yewangoe, penyelesaian persoalan kemiskinan yang selama ini bersifat karitatif melalui tugas diakonia tidak lagi memadai. Di dalam diakonia karitatif, katanya, yang dihadapi hanyalah korban-korban pemiskinan, sementara akar kemiskinan yang terletak dalam struktur masyarakat tidak pernah disentuh. Untuk itu, katanya, yang dibutuhkan adalah pelaksanaan tugas diakonia transformatif.
“Dalam melaksanakan tugas itu, struktur-struktur masyarakat yang bersifat menindas dan memiskinkan itu harus dihantam.Tentunya ada konsekwensi logis, misalnya kemungkinan adanya benturan dengan kekuasaan dan lainnya,” tegas Yewangoe.
Sehingga Untuk mengatasai hal itu, menurut Yewangoe, gereja harus terus menerus mempromosikan pemahaman teologi yang mengarahkan orang kepada kehidupan masa kini tanpa melupakan kehidupan masa yang akan datang.
“Gereja seharusnya jadi pioneer dalam hal persoalan penanggulangan kemiskinan, dengan keteladanan-keteladanannya. Bahkan gereja dapat memelopori berbagai temuan guna menghapuskan kemiskinan, namun fungsi gereja tidak berubah menjadi LSM. Gereja adalah tetap gereja yang bertugas memberitakan kemurahan dan kasih Allah kepada umat manusia. Menyangkut korupsi, gereja dapat membantu dengan terus menerus menyuarakan penghapusannya melalui khotbah dan pemberitaan. Tetapi harus diingat jangan sampai di dalam gereja sendiri terjadi korupsi besar-besaran. Lalu tidak diusut karena dianggap kurang pantas dan “tidak gerejawi”,” tambah Yewangoe.
“Sebagaimana kita ketahui, pembangunan yang mestinya membebaskan rakyat Indonesia dari kemiskinan dan keterbelakangannya itu telah berubah menjadi ideologi pembangunan yang melestarikan kekuasaan yang penuh dengan KKN. Tidaklah salah kalau gereja-gereja ikut bertanggung jawab di dalam penyelewengan pembangunan yang tidak mencerminkan keadilan dan kesejahteraan itu. Kendati secara fisik kita berhasil membangun di mana-mana, tetapi secara mental spiritual kita mengidap kemiskinan jenis baru yakni kemiskinan rohani.” jelas Yewangoe.
Menurut Yewangoe, penyelesaian persoalan kemiskinan yang selama ini bersifat karitatif melalui tugas diakonia tidak lagi memadai. Di dalam diakonia karitatif, katanya, yang dihadapi hanyalah korban-korban pemiskinan, sementara akar kemiskinan yang terletak dalam struktur masyarakat tidak pernah disentuh. Untuk itu, katanya, yang dibutuhkan adalah pelaksanaan tugas diakonia transformatif.
“Dalam melaksanakan tugas itu, struktur-struktur masyarakat yang bersifat menindas dan memiskinkan itu harus dihantam.Tentunya ada konsekwensi logis, misalnya kemungkinan adanya benturan dengan kekuasaan dan lainnya,” tegas Yewangoe.
Sehingga Untuk mengatasai hal itu, menurut Yewangoe, gereja harus terus menerus mempromosikan pemahaman teologi yang mengarahkan orang kepada kehidupan masa kini tanpa melupakan kehidupan masa yang akan datang.
“Gereja seharusnya jadi pioneer dalam hal persoalan penanggulangan kemiskinan, dengan keteladanan-keteladanannya. Bahkan gereja dapat memelopori berbagai temuan guna menghapuskan kemiskinan, namun fungsi gereja tidak berubah menjadi LSM. Gereja adalah tetap gereja yang bertugas memberitakan kemurahan dan kasih Allah kepada umat manusia. Menyangkut korupsi, gereja dapat membantu dengan terus menerus menyuarakan penghapusannya melalui khotbah dan pemberitaan. Tetapi harus diingat jangan sampai di dalam gereja sendiri terjadi korupsi besar-besaran. Lalu tidak diusut karena dianggap kurang pantas dan “tidak gerejawi”,” tambah Yewangoe.
No comments:
Post a Comment