Sherly Watimena
Sejak awal memang tak ada seorang pun yang mengenal sosok perempuan bertubuh mungil ini yang bergelar sarjana ekonomi dari Universitas Patimura Ambon. Namun namanya mulai mengemuka ketika dirinya diusung cabangnya sendiri untuk duduk dalam keanggotaan Majelis Persidangan. Dari sinilah sosok seorang Sherly Watimena mulau dikenal sebagai seorang perempuan yang memiliki naluri kepemimpinan yang berkualitas meski belum dapat disamai dengan seorang Margareth Thacher. Tapi paling tidak. Nona Ambon manise berusia 26 tahun ini sudah menunjukkan kepiawaianya dalam memimpin sebuah persidangan dengan dinamika yang sangat tinggi.
Mantan ketua komisariat FE Unpati ini ketika ditanya kiatnya dalam memimpin sidang yang membahas thema dan sub thema yang akan mengiringi perjalan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) selama satu periode ke depan, berujar bahwa yang pasti bahwa esensi sebuah persidangan itu adalah bagaimana kita mampu mengakomodir semua kepentingan yang ada dalam forum ini dalam menentukan arah dan perjalanan GMKI selama dua tahun ke depan.
Oleh sebab itu, anak ketiga dari lima bersaudara ini berpendapat kalau proses dari dinamika persidangan yang sedemikian tinggi bukan menjadi soal karena sebagai seorang pemimpin sidang (majelis persidangan, red), dirinya mesti bisa menempatkan diri pada posisi yang tepat agar dapat mengakomodir semua kepentingan-kepentingan itu. Dalam artian, perbedaan justru harus dipahami sebagai culture dalam ber-GMKI kita yang juga adalah kekayaan untuk bisa mempersatukan kita lewat Ut Omnes Unum Sint yang juga merupakan motto GMKI itu sendiri.
“Jadi dalam hal ini saya akan tetap berusaha untuk tampil dengan sebaik-baiknya supaya saya bisa memahami semua prosesi yang terjadi dalam tampilan saya dengan selalu tersenyum dengan memanfaatkan naluri kewanitaan saya yang mesti memahami dulu pikiran-pikiran itu lalu baru akan kemana harus diarahkan”, ujarnya dengan penuh senyum.
Meski memimpin suatu persidangan dengan dinamika yang tinggi tentunya sangat berat karena membutuhkan tenaga dan pemikiran ekstra, namun Sherly mengaku kalau dirinya selama memimpin jalannya proses persidangan, tidak merasa ada yang berat. “Asumsi saya, jika kita memahami seluruh kepentingan bersama kita, cuma satu saja yakni kepentingan GMKI kita ke depan”, tuturnya
Ketua Bidang Pengkajian dan Penalaran di BPC GMKI Ambon ini juga mengutarakan bahwa yang paling menarik selama dirinya memimpin sidang adalah bagaimana caranya dia harus berpikir keras untuk mencerna dan mengakomodir semua perbedaan pemikiran yang ada, karena hal ini bagia dia adalah seni tentang bagaimana kemampuan melatih dirinya untuk bisa meyakini orang lain untuk menerima dan memahami pemikiran orang lain dan ini tentu harus ada ketrampilan tersendiri untuk mengakomodir semua ini. (rudy riwukaho)
Mantan ketua komisariat FE Unpati ini ketika ditanya kiatnya dalam memimpin sidang yang membahas thema dan sub thema yang akan mengiringi perjalan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) selama satu periode ke depan, berujar bahwa yang pasti bahwa esensi sebuah persidangan itu adalah bagaimana kita mampu mengakomodir semua kepentingan yang ada dalam forum ini dalam menentukan arah dan perjalanan GMKI selama dua tahun ke depan.
Oleh sebab itu, anak ketiga dari lima bersaudara ini berpendapat kalau proses dari dinamika persidangan yang sedemikian tinggi bukan menjadi soal karena sebagai seorang pemimpin sidang (majelis persidangan, red), dirinya mesti bisa menempatkan diri pada posisi yang tepat agar dapat mengakomodir semua kepentingan-kepentingan itu. Dalam artian, perbedaan justru harus dipahami sebagai culture dalam ber-GMKI kita yang juga adalah kekayaan untuk bisa mempersatukan kita lewat Ut Omnes Unum Sint yang juga merupakan motto GMKI itu sendiri.
“Jadi dalam hal ini saya akan tetap berusaha untuk tampil dengan sebaik-baiknya supaya saya bisa memahami semua prosesi yang terjadi dalam tampilan saya dengan selalu tersenyum dengan memanfaatkan naluri kewanitaan saya yang mesti memahami dulu pikiran-pikiran itu lalu baru akan kemana harus diarahkan”, ujarnya dengan penuh senyum.
Meski memimpin suatu persidangan dengan dinamika yang tinggi tentunya sangat berat karena membutuhkan tenaga dan pemikiran ekstra, namun Sherly mengaku kalau dirinya selama memimpin jalannya proses persidangan, tidak merasa ada yang berat. “Asumsi saya, jika kita memahami seluruh kepentingan bersama kita, cuma satu saja yakni kepentingan GMKI kita ke depan”, tuturnya
Ketua Bidang Pengkajian dan Penalaran di BPC GMKI Ambon ini juga mengutarakan bahwa yang paling menarik selama dirinya memimpin sidang adalah bagaimana caranya dia harus berpikir keras untuk mencerna dan mengakomodir semua perbedaan pemikiran yang ada, karena hal ini bagia dia adalah seni tentang bagaimana kemampuan melatih dirinya untuk bisa meyakini orang lain untuk menerima dan memahami pemikiran orang lain dan ini tentu harus ada ketrampilan tersendiri untuk mengakomodir semua ini. (rudy riwukaho)
No comments:
Post a Comment